Dialog Interaktif Bahas Bansos Bersama RRI,KPK dan Dinsos

Aceh masuk dalam lima daerah terbesar pengalokasian dana penanganan Covid-19 dengan total anggaran mencapai Rp1,7 triliun. Dari jumlah tersebut Rp179,9 milyar dialokasikan untuk penanganan kesehatan kemudian untuk alokasi anggaran untuk dampak ekonomi Rp219 milyar. Pemerintah Aceh lebih banyak mengalokasikan anggaran untuk jarring pengaman sosial Rp1,393 triliun. Ada tiga skema pendekatan memberikan gambaran untuk publik terkait program jaring pengaman sosial tersebut baik dalam bentuk sembako, maupun bantuan langsung tunai. Dalam penyaluran BLT tahap pertama sempat terjadi kericuhan di beberapa gampong di Aceh penyebabnya karena minimnya informasi terhadap penerima bantuan dan penerima bantuan yang tidak tepat sasaran.

Pada kesempatan berdialog ini, Devi Riansyah memaparkan berbagai jenis bantuan sosial yang bersumber dari Kementerian Sosial dan jajaran dibawahnya (PKH dan BPNT), bantuan yang bersumber dari pemerintah provinsi melalui Dinas Sosial berupa BST serta bantuan dari Pemerintah Aceh berupa BLT DD. dari berbagai jenis bantuan tersebut diharapkan pendisitribusiannya tidak tumpang tindih. “Pemerintah terus berusaha dan melakukan koreksi atas pembagian bantuan yang beragam jenis ini” Kata Devi. Tak hanya jenis bantuan, Devi juga menjabarkan tentang mekanisme penentuan penerima bantuan sosial. “Hingga saat ini, Dinsos terus berinterksi secara aktif dengan BPKP Aceh dan Inspektorat Aceh untuk meminta pendampingan dan arahan dalam pelaksanaan penyerahan bansos agar berjalan lancar”.

Dialog dilanjutkan dengan pertanyaan dari Decy Caniago selaku host kepada Kepala Perwakilan BPKP Aceh tentang pengawasan yang dilakukan oleh BPKP. Indra Khaira Jaya menyampaikan bahwa dalam mengawal akuntabilitas percepatan penanganan Covid-19 di Aceh, BPKP telah bekerja sama dengan Inspektorat Aceh mengawasi dari berbagai sisi mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan. Indra menekankan BPKP terus memberikan erly warning dengan menyampaikan atensi kepada Plt. Gubernur Aceh, Bupati dan Walikota se Aceh atas permasalahan yang dijumpai dan alternatif solusi yg harus dilakukan. ”Hal yang perlu menjadi perhatian dalam penyaluran bantuan sosial ini yakni cleansing data/ pembenahan data DTKS” ujar Indra, “setelah melakukan uji petik di wilayah Aceh Besar dan Banda Aceh, masih banyak dijumpai penerima bansos yang tumpang tindih dan tidak tepat sasaran” sambung Indra. Pengawalan akuntabilitas ini perlu sinergisitas dari seluruh pihak yang terkait dan melakukan control bersama- sama mulai dari masayarakat, aparatur desa, kecamatan, kabupaten/kota, hingga provinsi. Pihak terkait diharapkan mampu untuk ikut mengontrol dan mengendalikan serta melakukan kerjasama. BPKP terus melakukan fungsinya dalam bentuk pendampingan maupun pengawasan dilapangan. “Data-data duplikasi perlu segera dilakukan perbaikan dan data DTKS perlu diperbarui” tutup Indra. Pada closing statement Indra mengatakan, jika potensi bansos 1,5juta KK (pusat, daerah dan desa) dikelola dengan dukungan data yang akurat dan control yang kuat dari stakeholder, Insya Allah rakyat Aceh yang miskin terdampak wabah Covid-19 dapat terbantu dengan bantuan sosial yang telah disediakan 1,5 juta paket tersebut dengan tepat sasaran, jumlah dan waktu.

Agus Priyanto berujar bahwa KPK terus memantau perkembangan penyaluran bantuan yang di gelontorkan di Wilayah Aceh, untuk itu diharapkan segala pihak yang terlibat mampu menjaga akuntabilitasnya. “Bantuan ini ditujukan untuk masyarakat miskin, jangan ada penyelewengan karena semua ini nanti akan ada pertanggungjawabannya”. Menanggapi penerima bantuan yang tindih, Agus menyarankan data DTKS dipadupadankan dengan NIK untuk memudahkan pendataan.

Menutup dialog pagi hari ini, host menyampaikan kepada masyarakat apabila menjumpai permasalahan/ penyelewengan atas penyaluran bantuan sosial dapat dilaporkan melalui kanal pengaduan KPK dan BPKP Aceh. Ia juga menambahkan segala bentuk pengaduan harus didukung dengan data yang valid untuk dapat ditindaklanjuti.

 

(Kominfo Perwakilan BPKP Aceh)