Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), BPKP wajib menyusun Rencana Strategis (Renstra) yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan pengawasan dengan berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan bersifat indikatif. Penyusunan Renstra berpedoman pada Peraturan Menteri PPN/Bappenas Nomor 5 Tahun 2014. 

Selanjutnya, tahapan RPJMN tahun 2015 – 2019 dalam kerangka RPJPN 2005 – 2025 memasuki tahapan ketiga, diarahkan untuk lebih memantapkan pembangunan dengan menekankan pada pencapaian daya saing kompetitif perekonomian berlandaskan pada keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pembangunan pengawasan yang dilakukan oleh BPKP, merupakan bagian dari pembangunan bidang aparatur dan hukum sebagaimana disebutkan dalam agenda prioritas kedua RPJMN 2015 – 2019, yaitu membuat pemerintah selalu hadir dalam membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya, serta agenda prioritas keempat RPJMN 2015 – 2019, yaitu memerkuat kehadiran negara dalam reformasi dan penegakan hukum. 

Sebagai aparat Presiden, seluruh kapasitas dan kapabilitas BPKP telah diamanatkan untuk melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan pencapaian Sasaran Pokok Pembangunan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), BPKP melakukan (a) pengawasan intern atas akuntabilitas keuangan negara dalam kegiatan yang bersifat lintas sektoral, kegiatan kebendaharaan umum negara berdasarkan penetapan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dan kegiatan berdasarkan penugasan oleh presiden, serta (b) pembinaan penyelenggaraan SPIP. Sesuai dengan kondisi umum penyelenggaraan pemerintahan, sejauh ini, pelaksanaan tugas BPKP terfokus pada akuntabilitas pelaporan keuangan baik dari sudut pengawasan intern maupun dalam pembinaan SPIP untuk peningkatan kualitas akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.

Melalui Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014, BPKP mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan keuangan negara/daerah dan pembangunan nasional. Dalam melaksanakan tugas tersebut, BPKP menyelenggarakan dua fungsi utama yaitu fungsi pengarahan dan pengoordinasian pengawasan intern dan fungsi pengawasan intern. Fungsi pertama meliputi (a) fungsi perumusan kebijakan nasional pengawasan intern terhadap akuntabilitas keuangan negara/daerah dan pembangunan nasional meliputi kegiatan yang bersifat lintas sektoral, kegiatan kebendaharaan umum negara berdasarkan penetapan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara, dan kegiatan lain berdasarkan penugasan dari Presiden dan (b) fungsi pengoordinasian dan sinergi penyelenggaraan pengawasan intern terhadap akuntabilitas keuangan negara/daerah dan pembangunan nasional bersama-sama dengan aparat pengawasan intern pemerintah lainnya.

Fungsi kedua berupa pengawasan intern yang terdiri dari: (a) pelaksanaan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya terhadap perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban akuntabilitas penerimaan negara/daerah dan akuntabilitas pengeluaran keuangan negara/daerah serta pembangunan nasional dan/atau kegiatan lain yang seluruh atau sebagian keuangannya dibiayai oleh anggaran negara/daerah dan/atau subsidi termasuk badan usaha dan badan lainnya yang di dalamnya terdapat kepentingan keuangan atau kepentingan lain dari Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah, serta akuntabilitas pembiayaan keuangan negara/daerah; (b) pengawasan intern terhadap perencanaan dan pelaksanaan pemanfaatan aset negara/daerah; (c) pemberian konsultansi terkait dengan manajemen risiko, pengendalian intern, dan tata kelola terhadap instansi/badan usaha/badan lainnya dan program/kebijakan pemerintah yang strategis; (d) pengawasan terhadap perencanaan dan pelaksanaan program dan/atau kegiatan yang dapat menghambat kelancaran pembangunan, audit atas penyesuaian harga, audit klaim, audit investigatif terhadap kasus-kasus penyimpangan yang berindikasi merugikan keuangan negara/daerah, audit perhitungan kerugian keuangan negara/daerah, pemberian keterangan ahli dan upaya pencegahan korupsi; (e) pelaksanaan reviu atas laporan keuangan dan laporan kinerja pemerintah pusat; dan (f) pelaksanaan sosialisasi, pembimbingan, dan konsultansi penyelenggaraan sistem pengendalian intern kepada instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan badan lainnya.

Hasil penyelenggaraan pengawasan BPKP ditunjukkan oleh kualitas akuntabilitas pengelolaan keuangan negara dalam empat perspektif akuntabilitas yaitu: (a) pelaporan keuangan negara, (b) kebendaharaan umum negara dan pengelolaan aset, (c) perwujudan iklim kepemerintahan yang baik dan bersih, dan (d) pengelolaan program lintas sektoral.

1. Akuntabilitas Pelaporan Keuangan Negara

Untuk meningkatkan kualitas pelaporan keuangan Negara, BPKP melakukan reviu atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dan melakukan asistensi terkait dengan Laporan Keuangan (LK) Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian/Pemda (K/L/Pemda). Berdasarkan data hasil pemeriksaan BPK terhadap laporan keuangan tahun 2013 sampai dengan akhir September 2014, dari 87 Kementerian/Lembaga (K/L) yang telah diaudit oleh BPK sebanyak 65 atau 75,58% K/L memeroleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Dari total 33 provinsi sebanyak 16 atau 48,48% memeroleh opini WTP dan dari 491 kabupaten/kota sebanyak 156 atau 31,77% memeroleh opini WTP.   

2. Akuntabilitas Kebendaharaan Umum Negara & Pengelolaan Aset

Pengawasan akuntabilitas kegiatan kebendaharaan umum negara diprioritaskan untuk mengoptimalkan penerimaan dan penghematan pengeluaran keuangan negara. Hasil yang diperoleh adalah potensi penerimaan keuangan negara berasal dari pajak, bea cukai, dan PNBP sebesar Rp399,50 miliar, potensi penghematan pengeluaran keuangan negara sebesar Rp14,12 triliun, koreksi atas tagihan pihak ketiga senilai Rp6,47 triliun, verifikasi Imbal Jasa Penjaminan Kredit Usaha Rakyat sebesar Rp41 miliar, dan koreksi atas klaim dana Jaminan Kesehatan Masyarakat sebesar Rp31,48 miliar.

Selain itu, telah dilakukan pengawasan atas Dana Alokasi Khusus (DAK) berupa monitoring di seluruh provinsi se-Indonesia, serta verifikasi output tahun 2013 dan advance payment DAK Reimbursement tahun 2014 pada 5 provinsi. Hasil verifikasi menunjukkan Value of Qualifying Reimbursement (VQR) atau nilai yang layak untuk diganti (reimbursed) oleh Bank Dunia adalah sebesar Rp638,60 miliar dari Rp761,73 miliar yang diverifikasi. 

Pengawasan juga dilakukan terhadap Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditetapkan Statusnya (BPYBDS) yang sudah dioperasikan oleh BUMN, tetapi masih tercatat sebagai aset K/L. Nilai BPYBDS yang diusulkan menjadi penyertaan modal pemerintah pada BUMN sebesar Rp2,21 triliun. Sebagai tindak lanjut audit terhadap nilai buku aset pada PT Indonesia Aluminium (PT Inalum), telah dilakukan pembahasan dengan pihak Toshiba dan Mitsubishi-Hitachi mengenai kondisi mesin peralatan PLTA milik PT Inalum dan direkomendasikan untuk melakukan pengujian agar dapat menghasilkan tingkat utilisasi yang optimal.

Tingginya capaian optimalisasi penerimaan dan besarnya potensi penghematan pengeluaran keuangan negara di atas masih bisa ditingkatkan di masa yang akan datang. Namun demikian, BPKP masih belum dapat melaksanakan pengawasan BUN ini secara optimal karena masih dibatasi oleh pembatasan peraturan yaitu harus berdasarkan penetapan Menteri Keuangan selaku BUN. Penetapan ini dilakukan dalam jangka waktu pendek sehingga upaya peningkatan potensi penerimaan oleh BPKP tidak maksimal.

3. Akuntabilitas Pewujudan Iklim bagi Kepemerintahan yang Baik dan Bersih

Kualitas akuntabilitas perspektif ini difokuskan pada pengawasan yang bersifat preventifedukatif diantaranya melalui pendampingan penyelenggaraan SPIP, penerapan fraud control plan, sosialisasi program anti korupsi, asesmen GCG, penilaian BUMN Bersih, peningkatan kapabilitas APIP, fasilitasi peran Asosiasi Auditor Internal Pemerintah Indonesia (AAIPI) dan Asosiasi Auditor Forensik Indonesia (AAFI), pemantauan terhadap transparansi proses PBJ, serta pelaksanaan fungsi ex officio Quality Assurance Reformasi Birokrasi. Kegiatan pengawasan yang bersifat represif dalam rangka pemberantasan KKN dilakukan melalui kegiatan audit investigatif, audit dalam rangka penghitungan kerugian keuangan negara, dan pemberian keterangan ahli. Kegiatan pengawasan represif ini telah berhasil mengungkap pelanggaran yang diduga merugikan keuangan negara dalam jumlah yang cukup signifikan, yaitu sebesar Rp3,11 miliar dan USD33.52 juta atau total setara dengan Rp3,45 triliun.

Dalam rangka penguatan upaya pemberantasan korupsi, BPKP bekerja sama dengan KPK telah melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi pada 33 provinsi dan beberapa kabupaten/kota, serta koordinasi dan supervisi penindakan korupsi berupa peningkatan kapasitas Aparat Penegak Hukum dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi. 

Untuk mewujudkan iklim kepemerintahan yang baik dan bersih, diperlukan antara lain kuantitas dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) pengawasan yang memadai dan kompeten. Secara kuantitas, sampai dengan saat ini, jumlah PFA adalah sebanyak 12.755 orang yang tersebar pada 57 APIP pusat dan 350 APIP daerah, tetapi hanya memenuhi 27,39% dari kebutuhan auditor sebanyak 46.560 auditor. 

Dalam rangka percepatan peningkatan kualitas pengelolaan keuangan dan penguatan SPIP, termasuk transfer of knowledge di bidang akuntansi dan pengawasan, BPKP juga telah menugaskan 323 pegawai untuk dipekerjakan, yaitu sebanyak 224 orang pada 46 K/L dan sebanyak 99 orang pada 68 Pemda.

4. Akuntabilitas Pengelolaan Program Lintas Sektoral

Akuntabilitas pengelolaan program lintas sektoral difokuskan untuk menilai efisiensi dan efektivitas pelaksanaan program/kegiatan yang mendukung prioritas pembangunan nasional. Kualitas akuntabilitas perspektif ini ditunjukkan oleh hasil pengawasan BPKP, di antaranya sebagai berikut:

  1. Evaluasi pelaksanaan reformasi birokrasi (RB) tahun 2014 pada 5 K/L oleh BPKP sebagai Tim Quality Assurance Reformasi Birokrasi Nasional (TQA-RBN) menghasilkan bahan pertimbangan dalam rangka penyesuaian tunjangan kinerja pada K/L tersebut;
  2. Reviu atas perencanaan dan penganggaran dana optimalisasi tahun 2014 pada 32 K/L dengan membuat pengaturan lebih lanjut mengenai mekanisme pemanfaatan dana optimalisasi;
  3. Monitoring atas implementasi Rencana Aksi Prioritas Pembangunan Nasional untuk posisi per 31 Desember 2013, meliputi 34 provinsi, 173 kabupaten, dan 4.355 titik lokasi kegiatan 8 K/L menunjukkan bahwa secara umum implementasi rencana aksi yang dimonitor telah berjalan dengan baik, meskipun pada beberapa titik lokasi masih dijumpai permasalahan;
  4. Monitoring atas implementasi BPJS Kesehatan untuk periode Januari-Maret 2014 dilakukan terhadap 32 Rumah Sakit Vertikal (RSV), 192 Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), dan 1.174 puskesmas di 189 kabupaten/kota pada 34 provinsi menunjukkan bahwa kesiapan implementasi BPJS Kesehatan rumah sakit lebih baik dibandingkan dengan kesiapan puskesmas, dengan jumlah rujukan ke rumah sakit meningkat;
  5. Inventarisasi atas pemanfaatan Rumah Khusus (Rusus) menunjukkan bahwa penghuni  Rusus eks pengungsi Timor-Timur bukan oleh pihak yang berhak, sehingga disarankan agar dihuni dan dimanfaatkan oleh masyarakat berpenghasilan rendah;
  6. Reviu atas Hibah Pemerintah Republik Indonesia atas pembelian dan renovasi masjid Indonesian Muslim Associationin America (IMAAM) Center Maryland di Amerika Serikat dan pembangunan Asrama Mahasiswa Indonesia di Kampus Universitas AlAzhar Kairo Mesir memastikan bahwa secara umum proses pemberian hibah pemerintah telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
  7. Audit kinerja atas pelaksanaan Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP) menunjukkan bahwa kinerja penyelenggaraan PPIP tahun 2013 termasuk dalam kategori cukup berhasil meskipun masih dijumpai permasalahan; dan
  8. Mediasi hambatan kelancaran pembangunan yang menghasilkan 28 laporan, salah satunya adalah kegiatan pengalihan aset dan mekanisme pembiayaan dari PT Angkasa Pura I kepada Perum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia.