Sosialisasi Nota Kesepahaman antara Kejaksaan RI, Kepolisian RI dan BPKP di Kota Sorong

Masing-masing memiliki peran sebagai lembaga pengawas dan penyidik serta penuntut umum."

 

Melalui Nota Kesepahaman ini, ketiganya berkoordinasi dalam satu forum dan satu mekanisme kerja yang sistematis dan testruktur untuk menangani informasi/kasus yang berindikasi tindak pidana korupsi secara profesional dan tetap bepegang pada asas praduga tak bersalah, dengan tujuan: (1) menghilangkan keraguan para penyelenggara dalam melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan; (2) menyamakan persepsi dalam proses penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus-kasus berindikasi tindak pidana korupsi; (3) melaksanakan penegakan hukum yang efisien dan efektif.” Kalimat tersebut merupakan salah satu poin arahan Wakil Presiden RI Periode 2004-2009, Jusuf Kalla, pada saat penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara Kejaksaan RI, Polri, dan BPKP tentang Kerjasama dalam Penanganan Kasus Penyimpangan Pengelolaan Keuangan Negara yang Berindikasi Tindak Pidana Korupsi termasuk Dana Nonbudgeter, pada tanggal 28 September 2007.


Menindaklanjuti Nota Kesepahaman tersebut, terkait peran pemerintah daerah sebagai penyelenggara negara di daerah, Pemerintah Kota Sorong bekerja sama dengan Sekretariat Wakil Presiden RI (Setwapres) menyelenggarakan Sosialisasi Nota Kesepahaman (MoU) antara Kejagung, Polri, dan BPKP tersebut pada Pejabat Terkait di Lingkungan Pemerintah Kota Sorong, Pemerintah Kabupaten Sorong, Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan, Pemerintah Kabupaten Raja Ampat, dan Pemerintah Kabupaten Tambrauw, pada tanggal 18 Mei 2011 di Hotel Meredien, Sorong.


Sosialisasi tersebut dihadiri oleh Deputi Setwapres Bidang Tata Kelola Pemerintahan, Gubernur Papua Barat, Walikota Sorong, Bupati Sorong, Bupati Raja Ampat, Kepala Perwakilan BPKP Papua, Kepala Bidang Investigasi Perwakilan BPKP Papua, Kasubdit pada Direkur III Bareskrim Polri, dan beberapa pejabat/narasumber lainnya. Sosialisasi tersebut juga diikuti oleh 250 peserta yang terdiri dari para pimpinan SKPD di lingkungan Kota Sorong, Kab. Sorong, Kab. Sorong Selatan, Kab. Raja Ampat, dan Kab. Tambrauw. Sosalisasi tersebut dibuka secara resmi oleh Gubernur Papua Barat, Abraham O. Atururi.


Dalam sambutannya, Deputi Setwapres, Eddy Purwanto menyampaikan kembali arahan Wakil Presiden RI (2004-2009) dan Sambutan Kapolri saat penandatanganan Nota Kesepahaman tersebut. Eddy juga menegaskan bahwa Wakil Presiden RI mendapat kepercayaan penuh dari Presiden RI untuk memimpin dan mengkoordinasikan pelaksanaan tugas-tugas khusus dan strategis dengan tujuh program yang ditetapkan. Dari ketujuh program tersebut, Deputi Setwapres Bidang Tata Kelola Pemerintahan bertugas memberikan dukungan kepada Wakil Presiden untuk tiga program yaitu Reformasi Birokrasi, Tata Kelola Pemerintahan, Pengembangan Iklim Investasi dan Iklim Usaha, dan Peningkatan Kualitas Opini Laporan Keuangan Pemerintah.


“Pada dasarnya, manakala program reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan berhasil, program pengembangan iklim investasi dan iklim usaha, peningkatan kualitas opini laporan keuangan pemerintah menuju opini WTP, serta penegakkan supremasi hukum juga sendirinya harus berhasil” tegas Eddy.


Selain itu Eddy juga menjelaskan lima langkah yang harus dilakukan untuk mereform seluruh lembaga manajemen pemerintahan, yaitu:


1. Menata kembali fungsi-fungsi kelembagaan pemerintahan agar dapat berfungsi secara memadai, efektif, dan efisien, dengan struktur organisasi yang proporsional, ramping, luwes dan responsif;


2. Membangun sistem ketataleksanaan dan prosedur yang efektif dan efisien pada semua tingkat dan lini pemerintahan;


3. Menata dan membangun kapasistas SDM aparatur yang kompeten dan profesional sesuai dengan bidang tugas dan fungsi masing-masing untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat;


4. Membangun kesejahteraan pegawai dan pemerlakuan sistem karier berdasarkan prestasi;


5. Optimalisasi pengembangan dan pemanfaat e-goverment dalam pengelolaan tugas dan fungsi pemerintahan.


Eddy menambahkan bahwa pemerintah telah memiliki format program reformasi birokrasi yang merupakan program nasional, berlaku untuk aparatur pusat dan daerah.


“Mengingat program reformasi birokrasi dan tatakelola pemerintahan merupakan program nasional, maka seluruh aparatur pemerintah termasuk bapak/ibu yang hadir di sini bertanggung jawab atas suksesnya program reformasi birokrasi tersebut”, kata Eddy.


Dalam kata pengantarnya, Walikota Sorong, J.A. Jumane, mengatakan guna mendukung Pemkot Sorong dalam melaksanakan tugas dan pelayanan terbaik kepada masyarakat, perlu dukungan sumber daya aparatur yang handal dan profesional di bidang masing-masing. Salah satu bidang yang harus mendapat perhatian serius adalah mengenal manajemen keuangan negera khususnya pengelolaan keuangan daerah dan pengawasannya.


Sehubungan hal tersebut, Jumane menambahkan, Sosialisasi Nota Kesepahaman antara Kejaksaan RI, Kepolisian RI, dan BPKP merupakan momentum yang sangat tepat dan diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi sekaligus acuan bagi para aparatur pemda khususnya pengelola keuangan daerah dan pengawasannya di lingkungan Kota Sorong dan kabupaten tetangga lainnya.


Sementara itu, Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Papua, I Nyoman Sardiana, saat ditemui usai memberikan sambutannya mengatakan bahwa peran BPKP terkait Nota Kesepahaman tersebut antara lain: (1) domain BPKP dalam SPIP meliputi capacity building, current issues, check and balance, dan clearing house; (2) Audit, yaitu audit keuangan, audit kinerja, audit operasional, dan audit investigasi.


”Peran BPKP terkait dengan permintaan penyidik kejaksaan, kepolisian, dan KPK, melakukan audit investigasi/forensik, perhitungan kerugian negara/daerah, dan pemberian keterangan ahli. Audit investigasi/forensik dapat dilakukan berdasarkan pengaduan masyarakat, pengembangan temuan, informasi publik, permintaan pihak lain, dan current issues”, tandasnya.


Lebih lanjut dalam kesempatan tersebut, Nyoman menambahkan bahwa penyebab utama menurunnya akuntabilitas keuangan negara/daerah adalah lemahnya Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), lemahnya manajemen aset, dan lemahnya kapasitas SDM di bidang akuntansi.


“Strategi penanganan tindak pidana korupsi yang terintegrasi bisa ditempuh dengan tiga cara, yaitu preemptif, preventif, dan represif”, tambahnya