BPKP Monitoring Pembangunan Smelter PT Freeport Indonesia di Gresik

Pembangunan smelter di dalam negeri merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional sebagaimana tercantum dalam Perpres 109 tahun 2020. Pembangunan smelter ini  diharapkan akan memberikan nilai tambah berupa peningkatan pendapatan bagi negara baik dari sektor pajak maupun PNBP, menciptakan lapangan pekerjaan serta kehadiran smelter PT Freeport Indonesia di Kawasan Ekonomi Khusus Gresik ini akan menjadi daya tarik bagi industri lain, khususnya industri turunan tembaga, untuk masuk ke KEK Gresik

Nilai investasi yang akan dicapai sebesar ± USD3,5 miliar atau sekitar Rp42 triliun yang terdiri dari pembangunan fasilitas pemurnian tembaga baru PT Freeport Indonesia, ekspansi PT Smelting dan pembangunan Precious Metal Refinary (pemurnian lumpur anoda atau by product proses smelter tembaga). Smelter yang akan dibangun dengan desain single line ini, terbesar di dunia, karena mampu mengolah 2 juta ton konsentrat tembaga per tahun atau 480.000 ton logam tembaga. Pembangunan smelter diharapkan selesai pada bulan Desember Tahun 2023, sesuai dengan perjanjian Pemerintah Indonesia dengan PT Freeport Indonesia sebagai pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Munculnya pandemi Covid-19 menghambat proses pembangunan sehingga penyelesaian proyek tersebut diperkirakan akan mundur dari target yang telah ditetapkan.

BPKP sesuai amanat Inpres Nomor 1 Tahun 2016 tentang percepatan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, berperan dalam mendukung percepatan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional melalui reviu tata kelola Proyek Strategis Nasional.

Dalam rangka pelaksanaan Reviu atas Proyek Strategis Nasional, Kamis 4 November 2021 (Gresik) Direktur Pengawasan Bidang PPESDA, Kisyadi  meninjau lokasi Proyek Pembangunan Smelter PT Freeport Indonesia yang berlokasi di kawasan Java Integrated Industrial and Ports Estate (JIIPE), Gresik, Jawa Timur, dilanjutkan dengan berdiskusi dengan jajaran PT.Freeport Indonesia. Beliau menekankan bahwa  cadangan tembaga yang dimiliki oleh Indonesia  sangat besar, selain menghasilkan tembaga juga menghasilkan  industri turunan yang  merupakan potensi   besar  dapat memberikan nilai tambah bagi negara maupun masyarakat. Oleh karena itu hilirisasi industri perlu juga dikembangkan di Indonesia.  Jangan sampai  Indonesia yang memiliki tambang, tetapi smelter atau hilirisasinya ada di negara lain, sehingga nilai tambahnya masuk ke negara lain. Kemajuan fisik pembangunan smelter PT Freport Indosesia sampai dengan saat pelaksanaan reviu (sebelum diverifikasi oleh surveyor independent) adalah sebesar 9,5%.

(Ditwas PPESDA-RS)