PEMDA DI KALTENG IKAT KERJASAMA DENGAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

“Dalam lima tahun terakhir, seluruh pemda di Kalteng belum ada satupun laporan keuangannya memperoleh opini wajar tanpa pengecualian (WTP),” demikian disampaikan Kepala BPKP Pusat Mardiasmo pada acara penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara BPKP dengan pemda seluruh Kalteng pada Rabu 27 Juli 2011 di Aula Kantor Gubernur Kalimantan Tengah, Palangkaraya.

Dijelaskan, dari hasil laporan pemeriksaan BPK atas laporan keuangan pemda tahun 2009 di Kalteng, hampir seluruh laporan keuangan 15 Pemdadi Kalteng, opininya memprihatinkan: hanya dua yang WDP, selebihnya  Tidak Wajar (Adverse) dan Disclaimer (Tidak Memberikan Pendapat).

Buruknya rapor Pemda dari hasil pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) itu, menurut Mardiasmo, didasarkan dengan tiga kriteria yang selama ini dipakai BPK, yaitu: pertama lemahnya sistem pengendalian intern, ketidaksesuaian terhadap standar akuntansi pemerintahan (SAP), dan ketidaktaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

 Menurut Mardiasmo, dalam laporan keuangan Pemda masih ditemukan berbagai kesalahan catat, seperti salah membebani anggaran, yang seharusnya belanja barang tetapi dicatat sebagai belanja modal atau sebaliknya. Ada lagi barang milik daerah belum dicatat dengan benar,  sertifikat kepemilikan barang milik daerah yang belum dimiliki oleh pemda, dan penilaian yang belum dilakukan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. Di samping itu, akrobat anggaran juga masih saja terjadi karena lemahnya sistem pengendalian intern. Mardiasmo juga menyoroti rendahnya penyerapan anggaran pada semester pertama 2011 ini pada beberapa pemda di Kalteng.

Opini dari hasil pemeriksaan BPK dengan berbagai kualifikasinya itu merupakan indikator lemahnya kinerja keuangan pemda di Kalteng. Untuk dapat memperbaiki akuntabilitas dan kinerja pengelolaan keuangan daerah, menurut Mardiasmo, maka sistem pengendalian intern pemerintah (SPIP) merupakan pilar yang sangat penting, untuk segera dibangun dan diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Dalam kaitan ini, Sesuai  Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, BPKP adalah “Pembina SPIP”.

Di depan para Bupati dan Walikota se Kalteng juga jajaran Forum Koordinasi Pimpinan Daerah serta sekitar seratus peserta lainnya, Mardiasmo mengharapkan komitmen yang sungguh-sungguh dari seluruh kepala daerah yang hadir untuk menegakkan good governance, antara lain dengan membenahi opini yang tidak baik itu menuju WTP. Dan komitmen itu harus benar-benar diwujudkan, tidak hanya sebatas rektorika belaka. Mardiasmo menunjukkan fakta, bahwa dari hasil pemeriksaan BPK untuk laporan keuangan pemda di seluruh Indonesia tahun 2009, terdapat 15 pemda yang opini laporan keuangannya WTP, yang ternyata 13 diantaranya didampingi oleh BPKP, sembilan diantaranya menggunakan aplikasi SIMDA dari BPKP.

Selama ini, pendampingan dan kegiatan pengawasan BPKP lainnya kepada pemda di Kalimantan Tengah memang masih dilakukan oleh Perwakilan BPKP Kalimantan Selatan. Namun kesulitan jarak tersebut tampaknya dapat diatasi, yang terlihat bahwa pada sore hari setelah MoU, diresmikan pula Kantor Penghubung BPKP Kalteng di Palangkaraya.

Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang mengakui kompetensi SDM BPKP dipercaya dapat membantu pemda mencapai opini WTP. Hampir seluruh pegawai teknis BPKP adalah akuntan pemerintah yang berpengalaman puluhan tahun dan mengerti seluk beluk akuntansi pemerintah. Untuk itu, kerjasama yang ditandatangani, antara lain mencakup pengelolaan keuangan daerah dan aset daerah, pengembangan SPIP dan kegiatan lainnya, diharapkan dapat dijadikan sebagai modal besar dalam melangkah pasti menuju opini WTP. Bentuk konkrit kegiatan yang diharapkan antara lain dapat berbentuk pendampingan, bimbingan teknis, pelatihan, sosialisasi dan bantuan audit dari Perwakilan BPKP. (Humas BPKP Kalsel)