GURU BESAR UNIVERSITAS AIRLANGGA HARAPKAN BPKP MENJADI UJUNG TOMBAK PENERAPAN SAP BERBASIS AKRUAL

"Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) tidak hanya mengacu kepada standar akuntansi yang berlaku secara internasional atau IFRS seperti Standar Akuntansi Keuangan (SAK), tetapi dalam SAP terkandung regulasi pemerintah yang demikian pelik, baik dari Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri, yang menyebabkan kita harus hati-hati. Itu sebabnya, kami yang di akademisi, yang selama ini belajar akuntansi secara teoritis, memerlukan para akuntan yang berpengalaman di lapangan dalam hal pengelolaan keuangan negara seperti para akuntan di BPKP. Karena itu, terkait dengan penerapan SAP berbasis akrual ini, kami yakin BPKP dapat menjadi ujung tombaknya," demikian disampaikan Prof. Dr. Soegeng Soetedjo, SE, Ak,. CA, Guru Besar Universitas Airlangga, keynote speaker pada Seminar Nasional bertajuk "Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual Berdasarkan Permendagri Nomor 64 Tahun 2013", di Aula Fadjar Notonegero Universitas Airlangga, Surabaya, Selasa(9/9).

Dalam presentasi Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Jawa Timur,Hotman Napitupulu,yang pada kesempatan itu disampaikan oleh Kepala Bidang APD,Dikdik Sadikin, dinyatakan bahwa akuntansi pemerintah berbasis akrual sudah diamanahkan sejak sebelas tahun lalu, yaitu saat terbitnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. 

Namun demikian, mengimplementasikan SAP Berbasis akrual tidak semudah membalikkan telapak tangan. Dalam kurun waktu sejak terbitnya undang-undang keuangan negara itu, bermunculan secara berkesinambungan berbagai peraturan yang dialamatkan kepada para pengelola keuangan daerah di pemda seluruh Indonesia. Sebut saja, Kemendagri Nomor 29 Tahun 2003, PP Nomor 58 Tahun 2005, PP Nomor 24 Tahun 2004, Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 yang direvisi dengan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007, dan terakhir dengan Permendagri Nomor 64 Tahun 2013.   

"Di dalam berbagai peraturan yang datang 'bertubi-tubi' itu banyak terkandung hal-hal teknis akuntansi setingkat intermediate accounting bahkan advance accounting, semisal jurnal akuntansi, yang menuntutknowledge akuntansi yang tinggi," ujar Dikdik Sadikin. "Sayangnya, SDM di pemerintah daerah yang memenuhi persyaratan ini tergolong langka. Untuk menutup kesenjangan ini, BPKP turun tangan dalam mendampingi dan membangun kemandirian pemda untuk dapat mengelola keuangan daerahnya sesuai peraturan-peraturan tersebut. Selain itu, BPKP juga membantu dengan program aplikasi SIMDA, di mana skill 'man behind the gun' yaitu knowledge BPKP sudah terkandung di dalam software tersebut. Ini merupakan suatu bentuk tanggungjawab BPKP untuk mengawal pemerintah daerah, agar jalannya pengelolaan keuangan daerah dapat sesuai dengan peraturan yang ada, sekaligus mereduksi peluang KKN. Namun ke depan, pemda harus dapat merencanakan kemandirian dirinya." 

Adapun mengenai SAP Berbasis Akrual, menurut Dikdik Sadikin, tidak saja mengubah pola pencatatan keuangan, tetapi juga mengubah tata kerja di lingkungan pemerintah daerah. 

"Misalnya, ketika hasil pekerjaan pengadaan diserahkan rekanan dan diterima oleh panitia penerima dan pemeriksa hasil pekerjaan (PPH), di sana ada dokumen yang disebut Berita Acara Serah Terima pekerjaan (BAST)," ujar Kabid APD yang menunggu pelantikan Gubernur Sultra sebagai Kaper BPKP Sultra itu. "Sekarang, dalam sistem cash toward accrual , BAST tidak digunakan karena dokumen tersebut sama sekali tidak berbau keuangan. Akan tetapi, mulai Januari 2015, saat SAP accrual basis ini harus diterapkan, BAST menjadi salah satu dokumen yang harus menjadi sumber pencatatan. Kenapa? Karena dengan BAST maka barang sudah diterima namun belum dibayar. Maka muncul 'hutang' pemda. Dan dengan accrual basis, segala transaksi yang menimbulkan 'hak' dan 'kewajiban' sudah harus segera dicatat. Hanya saja, pertanyaannya: pernahkah pencatat akuntansi itu melihat seperti apa BAST yang ada di unit layanan pengadaan itu? Demikian juga dengan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD), sampai dengan berita acara kemajuan pekerjaan (progress report) yang dokumennya dipegang oleh pejabat di luar unit kerja keuangan dan akuntansi. 

Maka, tak pelak lagi, dengan sistem berbasis akrual ini, pola tata kerja di pemda pun harus diubah. Pelaksana di luar urusan keuangan harus dapat dipastikan berkoordinasi dan menyampaikan dokumen-dokumennya, yang meskipun tidak berbau keuangan namun menjadi dasar timbulnya hak dan kewajiban itu, untuk diterima pencatat akuntansi dan dimasukkan ke dalam sistem akuntansi."

Adapun Akhmad Basori, dari Perwakilan BPKP Jatim, dalam kesempatan itu, menyampaikan gambaran besar sistem akuntansi berbasis akrual yang sudah diadopsi oleh SIMDA versi terbaru. Seminar diisi pula dengan sesi kebijakan akuntansi yang disampaikan akademisi dari Universitas Airlangga yaitu Dr. Ardianto, SE MSi.

Ketua IAI Jawa Timur Tjiptohadi Sawarjuwono menyampaikan apresiasinya kepada Perwakilan BPKP Jawa Timur yang telah memberikan pencerahan dalam seminar itu. Tjipto berharap, dengan pengetahuan dan pengalaman yang berharga di lapangan, BPKP dapat membantu dunia akademisi dan universitas dalam pengembangan akuntansi pemerintah di tanah air.

(HUMAS BPKP JAWA TIMUR)