DENGAN GRC YANG BAIK, ORGANISASI TIDAK AKAN MENGALAMI SURPRISE

Acara diawali dengan persembahan gendhing-gendhing jawa oleh BPKP Laras, dilanjutkan dengan ucapan selamat datang dari Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Jawa Tengah Salamat Simanullang yang menyampaikan apresiasi atas kehadiran peserta sharing session pada hari ini dan diharapkan melalui acara ini, seluruh peserta dapat memahami bahwa implementasi GRC pada akhirnya akan meningkatkan nilai perusahaan.

Deputi Kepala BPKP Bidang Akuntan Negara, Bonny Anang Dwijanto menyampaikan, hasil kinerja PDAM dan BLUD dibandingkan dengan target RPJMN 2015-2019. Kemudian dilanjutkan dengan penyampaian 3 hal yang selalu berkaitan dan saling melengkapi, yaitu tata kelola (governance), risiko (risk), dan pengendalian (control). Dengan GRC yang baik, maka organisasi tidak akan mengalami “surprise” yang dapat mengganggu tujuan organisasi.

Bonny menegaskan bahwa dalam pengelolaan corporate governance terdapat 5 prinsip yang dikenal sebagai “TARIF” yaitu Transparent, Accountable, Responsible, Independent, dan Fairness, serta 4 sistem yaitu rules, structures, process, dan practicesBad Corporate Governance, dapat menimbulkan fraud/corruption, low performance, bad reputation, bankrupt, & mismanagement. Memang penerapan Good Corporate Governance masih banyak tantangannya, baik dari stakeholder maupun dari direksi sendiri .

Bonny menambahkan bahwa risiko adalah peristiwa yang berdampak negatif yang dapat menghambat pencapaian tujuan atau menurunkan nilai aset (COSO:2004). Manajemen risiko dapat dilakukan melalui pendekatan Enterprise Risk Management (ERM dengan berbagai potensi peristiwa risiko korporasi baik dari Risiko Sumber Daya Manusia hingga risiko Dampak Lingkungan. Risiko tersebut dapat digambarkan dalam sebuah peta risiko berdasarkan tingkat dampak dan keterjadiannya. Penanganan risiko-risiko organisasi dapat dilakukan dengan menghindari risiko, memindahkan risiko (contingency plan), menerima risiko/tidak perlu penanganan khusus, dan menangani dengan pengendalian melalui SOP. Pemilihan keempat alternatif penanganan/mitigasi risiko tersebut, tergantung selera risiko (risk appetitedari masing-masing manajemen (risk taker/risk avoiderdalam pengambilan keputusan.

Diakhir sesi Bonny menyampaikan terkait dengan sistem pengendalian internal, Three lines of defense diharapkan dapat diterapkan sebagai culture. Berawal membentuk built in control atau pengawasan by system, sehingga SPI dapat bekerja secara otomatis untuk melakukan fungsi pengawasan, kemudian ditingkatkan sehingga tercipta Internal control culture, papar Bonny.

(Tim Humas BPKP Jateng Arn/Din)