BPKP Kalimantan Barat Gandeng Pemangku Kepentingan Pahami Manajemen Risiko Lebih Intensif

           

PONTIANAK (26/04/2024) – Pengelolaan risiko dengan kombinasi antara budaya, sistem, dan proses sangat penting untuk mengoordinasikan, mengidentifikasi, dan memitigasi risiko.

Hal itu terungkap dalam sharing session di Aula Lantai 3 Kantor Perwakilan BPKP Provinsi Kalimantan Barat pada Senin, (22/04).

Sharing session itu bertema “Manajemen Risiko dan Kapabilitas Audit Intern” dan dimoderatori langsung oleh Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Kalimantan Barat Rudy M. Harahap.

Pematerinya adalah Kepala Biro Perencanaan Umum dan Anggaran Polda Kalimantan Barat Kombes Pol. Yulia Agustin dan Koordinator Pengawasan Bidang P3A Perwakilan BPKP Provinsi Kalimantan Barat Mujiyanto.

Sharing session tersebut juga menghadirkan UMKM penyedia layanan minuman kopi, sebagai kampanye cinta produk dalam negeri.

Dalam sharing session tersebut, Rudy menyampaikan, tantangan-tantangan auditor internal ke depan tidak hanya bagaimana memberikan assurance dan consulting saja, tetapi juga build.

“Sebagai auditor internal, kita tidak hanya menjadi perenang (swimmer) atau penonton (stander), tidak hanya berenang atau menonton saja, tetapi juga harus menjadi peselancar (surfer). Auditor internal harus mau tenggelam dan jatuh bangun menghadapi ombak bersama auditee," ucap Rudy.

Ia mengatakan, kapabilitas Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) tidak berkembang disebabkan karena APIP tidak melakukan audit berbasis risiko.

“Kebanyakan risiko pemerintah daerah yang disusun masih risiko operasional, belum risiko strategis. Risiko strategis adalah risiko yang lingkupnya lintas sektoral. Kalau risiko di entitas masing-masing masih berupa risiko operasional, tetapi ketika ada risiko yang berkaitan dengan pihak lain, itu sudah menjadi risiko strategis,” ujar Rudy.

Sementara itu, dalam paparannya terkait penyusunan anggaran berbasis risiko, Yulia menyampaikan, manajemen risiko adalah untuk mempersiapkan langkah ke depan, yakni untuk penganggaran di tahun berikutnya.

Manajemen risiko juga digunakan sebagai alat analisis untuk memitigasi kegiatan yang telah dilaksanakan dan kegiatan yang akan dilaksanakan.

“Identifikasi risiko juga merupakan suatu keharusan. Dari yang berrisiko tinggi, kami mencoba mengonversi dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang dapat dihitung dengan uang atau yang dapat dianggarkan," katanya.

Tentunya, risiko tinggi itu mengindikasikan kegiatan yang urgent dilakukan.

“Untuk dapat menyusun anggaran berbasis risiko, terdapat beberapa langkah-langkah yang harus dilakukan, di antaranya menyiapkan produk manajemen risiko, kemudian melakukan identifikasi risiko, melihat kesesuaian kebutuhan anggaran berdasarkan mitigasi risiko, selanjutnya menjadi kebutuhan yang sifatnya rasional yang harus bisa dipenuhi," ujarnya.

Tentunya, semua itu berpedoman pada norma indeks, SBM, dan pricelist. Hasil pengelolaan risiko tersebut kemudian mengarah kepada perencanaan anggaran yang berbasis risiko.

Mujiyanto, dalam paparannya menjelaskan, penerapan Manajemen Risiko Pembangunan Nasional (MRPN) dimaksudkan untuk mendukung tercapainya sasaran pembangunan nasional, mendorong entitas lebih proaktif dan antisipatif, dan memberikan keyakinan dalam menghadapi ketidakpastian pencapaian sasaran pembangunan nasional.

“Peran BPKP pada consulting dengan memberikan atensi dan saran secara objektif, sedangkan pada assurance dengan melakukan reviu, evaluasi, Audit Tujuan Tertentu (ATT), penilaian maturitas MRPN, serta berkolaborasi dengan APIP lain dan Satuan Pengawas Intern,” pungkasnya.

Terakhir, ia menyampaikan, MRPN mirip dengan manajemen risiko pada Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), tetapi lebih berfokus pada pembangunan nasional.*** 

 

(Kominfo BPKP Kalbar/FW/HAP/DJ)