Budayakan Keterbukaan Informasi pada Masyarakat

Penunjukkan Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono, dan Perdana Menteri Inggris, David Cameron sebagai Ketua Bersama (Co-ChairOpen Government Partnership tahun 2012-2014 merupakan salah satu keberhasilan  implementasi UU No. 14 Tahun 2008 tentang  Keterbukaan Informasi Publik. Kehadiran undang-undang ini,   menunjukkan pada dunia bahwa Indonesia telah membudayakan  keterbukaan informasi kepada masyarakat.

 

 

Kehadiran Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 menunjukkan pada dunia bahwa Indonesia   telah membudayakan  keterbukaan informasi kepada masyarakat. “Namun demikian, ini bukanlah langkah terakhir dan  harus dilanjutkan dengan proses-proses yang sistematis. Komisi Informasi,   Badan Publik, dan LSM harus aktif berkontribusi dan concern terhadap keterbukaan publik”, ungkap Ketua Komisi Informasi Pusat,  Abdul Rahman Ma’mun.

 

Hal tersebut dikatakan Abdul Rahman Ma'mun dalam acara Forum Diskusi Ahli dan Launching Peraturan Komisi Informasi PERKI Nomor 1 Tahun 2013 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik, yang diselenggarakan di Hotel Millennium Sirih Jakarta pada 22 Mei 2013.

 

Forum kali ini menghadirkan dua narasumber, yaitu Hakim Agung RI, Supandi, S.H., M.Hum, dan  Ketua Komisi Informasi Pusat, Abdul Rahman Ma’mun. Dalam paparannya, mantan wartawan stasiun TV berita ini  menyatakan bahwa proses-proses keterbukaan yang dilakukan mulai menampakkan hasil signifikan.

 

Rahman memaparkan bukti-bukti keberhasilan Indonesia dalam gerakan keterbukaan ini. Salah satunya adalah, skor Indonesia di Indeks Anggaran Terbuka (Open Budget Indeks) meningkat 11% dari 51% pada 2010 menjadi 62% pada  tahun 2012.

 

Kriteria penilaian ini mencakup delapan informasi kunci anggaran yaitu pokok-pokok kebijakan fiskal, Nota Keuangan RAPBN, UU dan Nota Keuangan APBN, ringkasan anggaran di media dan web, realisasi anggaran tiga bulan, laporan tengah semester, Laporan Keuangan Pemerintah Pusat, dan Laporan Hasil Audit BPK.

 

Selain itu, menurut data Komisi Informasi Pusat, jumlah permohonan sengketa informasi pada tahun 2012 juga mengalami penurunan 11%, dari 419 sengketa menjadi 323 sengketa. “Poin utama kita adalah bahwa keterbukaan informasi ini mulai kita rasakan dan sepanjang dua-tiga tahun terakhir ini, suasana itu mulai ada”, urai Abdul Rahman lebih lanjut.

 

Selanjutnya, Supandi menyatakan bahwa akan datang zaman kemajuan peradaban manusia di bidang Information Communication Technology (ICT). Kemajuan ICT akan menimbulkan peningkatan frekuensi interaksi sosial domestik maupun internasional, sehingga Planet Bumi terasa semakin kecil. Hal ini membawa konsekuensi terhadap perilaku sosial. Badan publik dituntut berperilaku profesional, transparan, akuntabel, efektif, dan efisien.

 

Harapan ini, salah satunya, dapat diwujudkan dengan mereformasi corak kehidupan bangsa dan negara dari tradisi hardcopy menjadi softcopy. “Ini adalah proses, pengembangan nilai-nilai itu bukan hanya tuntutan di Indonesia, tapi juga dunia. Zaman menuntut transparansi, kita jangan terlambat merespon perubahan.”, ujar Supandi.

 

Hakim agung ini memberikan beberapa contoh keberhasilan transparansi di PT. Kereta Api Indonesia (KAI) dan pengadilan. “KAI berhasil dalam transisi tiket hardcopy (pembelian langsung) menjadi softcopy (pemesanan secara online). Sistem ini menghilangkan percaloan dan pemerasan ” tambah Supandi.

 

Banyak hal yang dapat Indonesia raih melalui gerakan keterbukaan informasi ini. Oleh karena itu, pimpinan penggerak perubahan harus rajin mengomunikasikan bahwa dengan perubahan akan tercipta kesejahteraan bagi semua, bukan bagi golongan tertentu saja. Di akhir acara, secara khusus Abdul Rahman berpesan kepada BPKP, “Sebagai lembaga auditor, BPKP boleh low profile. Namun sebagai penyelenggara negara, BPKP harus proaktif dalam transparansi kepada publik.”

(Humas BPKP Pusat/ayu, tine, nuri)