Pemda di Enam Provinsi Ikuti Pelatihan Penilaian Maturitas SPIP Terintegrasi

.

YOGYAKARTA - Selama lima hari ke depan, Perwakilan BPKP DIY menyelenggarakan Diklat Penilaian Maturitas Penyelenggaraan SPIP Terintegrasi di Lingkungan Pemda. Diklat diikuti 33 orang peserta berasal dari 11 pemda di enam provinsi, yaitu dari DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur.

Diklat ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada peserta diklat agar mampu menilai kondisi kematangan sistem pengendalian intern di lingkungan organisasi masing-masing, mengidentifikasi kelemahan pengendalian, dan menyusun strategi yang tepat untuk memperbaiki kelemahan tersebut. Kemampuan ini diharapkan dapat turut meningkatkan kualitas pengendalian, sehingga tujuan yang ditetapkan dapat tercapai secara efektif dan efisien, didukung dengan keandalan laporan keuangan, dan pengamanan aset, serta tetap mematuhi peraturan dan perundang-undangan. Selain itu, diklat ini juga memberikan pemahaman kepada peserta mengenai standarisasi proses penilaian di seluruh kementerian/lembaga/daerah (K/L/D), sehingga nilai yang dihasilkan nantinya dapat dibandingkan satu sama lain.

Kepala Perwakilan BPKP DIY Adi Gemawan dalam sambutannya mengungkapkan bahwa PP Nomor 60 Tahun 2008 sebagai dasar SPIP, bukan merupakan PP khusus untuk BPKP. PP tersebut melainkan untuk seluruh K/L/D. Menurut Adi, pimpinan instansi-lah bertanggungjawab atas efektivitas penyelenggaraan SPIP, bukan BPKP atau APIP K/L/D.  BPKP, dalam PP 60 Tahun 2008 adalah sebagai pembina penyelengaraan SPIP.

Adi Gemawan juga menjelaskan bahwa fase SPIP saat ini telah masuk fase ke-3 RPJMN. Tahun 2008-2009 merupakan masa lahirnya SPIP. Fase pertama RPJMN 2010-2014 merupakan fase sosialisasi. Selanjutnya, fase kedua RPJMN 2015-2019 adalah fase implementasi. Saat ini, RPJMN 2020-2024, merupakan fase implementasi dan aktualisasi. Adapun fase RPJMN 2025 -2029 nanti diharapkan sudah berada pada fase budaya SPIP.

Dalam metode penilaian maturitas penyelenggaraan SPIP sebelumnya, belum diarahkan untuk mengawal tujuan organisasi. Belum pula dikaitkan dengan capaian tujuan/sasaran organisasi, dan belum terintegrasi dengan pengendalian fraud, sehingga manfaat yang dirasakan masih kurang optimal. Oleh karena itu, diperlukan pembaruan metodologi penilaian/pengukuran yang lebih komprehensif, sehingga lahir metode Penilaian MaturitasPenyelenggaraan SPIP Terintegrasi.

"Penilaian Maturitas Penyelenggaraan SPIP Terintegrasi ini berbeda dengan SPIP sebelumnya karena telah mempertimbangkan penetapan tujuan (penilaian kualitas perencanaan), penilaian struktur dan proses (unsur SPIP itu sendiri), dan penilaian pencapaian 4 (empat) tujuan SPIP, serta  menyatukan/mengintegrasikan dengan berbagai parameter-parameter Manajemen Risiko Indeks (MRI), Indeks Efektivitas Pengendalian Korupsi (IEPK), dan Level Kapabilitas APIP yang menggunakan tool e-SPIP," demikian kata Adi. Ia juga menjelaskan pentingnya perencanaan dan penganggaran. Berdasarkan hasil evaluasi atas perencanaan dan penganggaran yang dilakukan BPKP, lebih dari 40% perencanaan dan penganggaran masih belum efektif dan efisien.

 

(Kominfo BPKP DIY/ros -rev Arz)