Untuk Memperkuat Akuntabilitas, K/L Agar Berkoordinasi dengan BPKP

“APIP memiliki peran strategis dalam mendorong tata kelola pemerintahan yang baik, pemberantasan korupsi, pengendali mutu untuk memberi solusi atas permasalahan yang terjadi, serta berperan dalam percepatan peningkatan kualitas akuntabilitas keuangan negara,” ujar Menko Bidang Perekonomian Sofyan Djalil dalam sambutan Rapat Koordinasi (Rakor) APIP yang sebelumnya dibuka oleh Plt Kepala BPKP, Meidyah Indreswari, Selasa (24/2).

Sebelumnya, dalam Rakor di Aula Gandhi Gedung BPKP Pusat bertemakan “Membangun Sinergitas Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dalam  Peningkatan Kualitas Akuntabilitas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat” tersebut, Sofyan menghimbau kepada seluruh pimpinan K/L agar dapat menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK secara cermat dan menyusun langkah-langkah beserta target waktu penyelesaiannya. Selain itu pimpinan K/L dihimbau agar saat menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK berkoordinasi dengan BPKP.

Mewakili Menteri Keuangan, Wamenkeu Mardiasmo menjelaskan bahwa dari 86 K/L, baru 3 K/L yang sudah menyerahkan Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL) ke Kemenkeu. Mardiasmo juga mendorong agar APIP dan BPKP untuk melakukan assurance setiap K/L berjenjang sebelum diperiksa oleh BPK. “Tantangan 2015 lebih berat karena selain awal penerapan akuntansi berbasis akrual, ada beberapa K/L yang berganti nomenklatur,” tambahnya.

BPK yang diwakili oleh Anggota II BPK RI Agus Joko Pramono dan Anggota III BPK RI Eddy Mulyadi Supardi juga turut hadir dalam rakor tesebut. Menurut Agus, meski pada tahun 2013 K/L yang mendapat opini WTP meningkat dari tahun sebelumnya, tetapi secara keseluruhan masih banyak permasalahan yang yang mempengaruhi opini LKKL. Diantaranya yaitu sistem pengendalian penerimaan dan pengeluaran negara belum memadai, permasalahan perpajakan dan PNBP sektor SDA, kelemahan dalam pelaporan penerimaan hibah langsung K/L, kelemahan dalam pelaksanaan dan pertanggungjawaban belanja bansos, belanja barang dan belanja modal, dan kelemahan dalam penatausahaan/pengamanan  penyusutan  aset tetap.

“Kesimpulan BPK, pengelolaan audit dan reviu LK belum mencerminkan perencanaan audit yang cermat, pelaksanaan audit dan reviu yang tepat, dan pelaporan yang andal, serta perbaikan kualitas audit dan reviu LK yang berkelanjutan,” lanjutnya. Sementara itu, Eddy menambahkan pelaksanaan tindak lanjut hasil rekomendasi sebaiknya dilaksanakan dalam ranah administrasi alias maksimal 150 hari LHP diterima K/L. Karena apabila lewat dari waktu itu bisa masuk ranah pidana atau kerugian negara. “Semua jenis audit BPK bisa mengungkap kerugian negara, manakala terjadi penyimpangan belanja uang negara,” tegas Eddy. Salah satu harapan BPK adalah menetapkan  BPKP untuk melakukan pengawasan intern terhadap akuntabilitas keuangan negara atas kegiatan kebendaharaan umum negara.

Rakor yang diselenggarakan Deputi PIP Bidang Perekonomian dan Kemaritiman dan dihadiri pejabat eselon I dan II APIP seluruh K/L tersebut dilanjutkan dengan diskusi panel yang dipimpin langsung oleh Deputi Bidang PIP Bidang Perekonomian dan Kemaritiman, Ardan Adiperdana. Mewakili Inspektur Jenderal Kemenkeu, Inspektur III Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemenkeu, Alexander Zulkarnain mengatakan bahwa harapan Itjen Kemenkeu terhadap APIP, pelaksanaan reviu atas LKKL dan LKBUN sesuai dengan standar dan pedoman yang telah ditetapkan. Irjen Kemenkeu sebagai Ketua Asosiasi Auditor Internal Pemerintah Indonesia (AAIPI) tak lupa mengingatkan bahwa peran AAIPI dalam meningkatkan kualitas akuntabilitas pelaporan keuangan pemerintah pusat yaitu melakukan pendampingan APIP K/L untuk auditi selama masa pemeriksaan BPK, termasuk saat pembahasan temuan antara auditi dengan BPK, dan meningkatkan koordinasi dan sinergi dengan APIP Kemenkeu terkait pengawasan terhadap pengelolaan dan penggunaan dana dari BUN. Rakor ditutup dengan simpulan oleh Deputi PIP BPKP Bidang Polhukam dan PMK, Binsar H. Simanjuntak.

(Humas BPKP Pusat/edi, uci, faz, don) n (x..)