Sekretaris Utama BPKP: Ancaman Krisis Kepercayaan Publik Mesti Dimitigasi

.

JAKARTA – Sekretaris Utama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Ernadhi Sudarmanto berpesan, untuk menjaga reputasi BPKP. Sebab, reputasi merupakan penanda awal tingkat partisipasi publik atas apa yang akan dituju oleh BPKP.

“Belajar dari berbagai kejadian yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir, tentu ancaman krisis harus dapat dimitigasi dengan kesamaan persepsi dan sistem pengendalian yang terintegrasi,” katanya dalam pembukaan Focus Group Discussion Tindak Lanjut Pegukuran Indeks Reputasi BPKP yang digelar secara daring, Selasa (21/3).

Ernadhi menjelaskan, Presiden RI Joko Widodo pada Hari Pers Nasional 2023 tanggal 9 Februari lalu, menyampaikan keprihatinannya ihwal pemberitaan yang tidak bertanggung jawab di era digital. Banjirnya informasi pada media sosial dan media digital lainnya, umumnya tidak beredaksi atau dikendalikan oleh artificial intelligence (AI).

Kondisi ini lanjut Ernadhi, tak hanya menjadi tantangan bagi insan media arus utama, melainkan juga bagi pemerintah dalam membangun kepercayaan publik. Peran media dan humas pemerintah dibutuhkan untuk menyajikan informasi yang terverifikasi (clearing house of information), memberi harapan (communication of hope), mengamplifikasi kebenaran, dan menyingkap fakta.

“Kata kunci atau Key Word dari arahan Presiden tentu adalah pentingnya pengelolaan informasi yang berkualitas dan dikomunikasikan dengan cara yang tepat,” ucapnya.

Pemahaman tersebut dibangun dengan menggunakan pondasi awal bahwa Informasi publik dapat dipandang sebagai aset organisasi sektor publik karena memiliki nilai strategis dalam pengambilan keputusan dan efektivitas kinerja organisasi.

“Besar harapan kami bahwa dengan pemahaman yang sama bahwa informasi merupakan aset organisasi, kita dapat mendasari pengelolaannya dengan berpegang pada Pasal 23 dan 24 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang SPIP, dimana kita harus melakukan penilaian risiko secara berkelanjutan termasuk pengendaliannya, serta merancang rencana pemanfaatan informasi tersebut,” tutupnya.

Senada, Praktisi Bidang Issue, Crisis and Conflict Resolution, Risk Assessment, Stakeholders Engagement and Business Intelligence Firsan Nova menyebut, membangun narasi sama dengan membangun reputasi, sehingga narrative leadership atau kepemimpinan narasi, menjadi penting untuk membangun reputasi.

“Reputasi harus dikomunikasikan serta management risiko dan management isu harus dilakukan untuk mencegah terjadinya krisis,” pungkasnya.

(Kominfo BPKP/FR)