Kawal Ketersediaan Lahan Pertanian Berkelanjutan, BPKP Identifikasi Risiko Jaga Pangan

.

MAKASSAR (7/3/2023) - Ancaman krisis pangan global perlu untuk diwaspadai. Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menyampaikan Pemerintah Republik Indonesia berkomitmen untuk terus meningkatkan produksi, menjamin ketercukupan, pangan dalam negeri, dan kontribusi bagi kecukupan pangan dunia,  hal ini disampaikan di Istana Negara pada 14 Agustus 2022 lalu.

Dengan mengangkat tema “Sinergi APIP dan APH Mendukung Sektor Pertanian dan Pencegahan Alih Fungsi Lahan se-Sulawesi”, Rapat Koordinasi Pengawasan Bidang Ketahanan Pangan bertujuan untuk mendorong percepatan penetapan lahan pertanian yang berkelanjutan dalam perda RT/RW di berbagai kabupaten kota, mendorong kabupaten/kota untuk melengkapi data spasial atas TP2T, dan menjamin ketersediaan dan perlindungan terhadap lahan pertanian pangan berkelanjutan. Melalui penyelenggaraan kegiatan ini diharapkan dapat menghasilkan rencana aksi pengendalian alih fungsi lahan se-Sulawesi Selatan.

Inspektur Jendral Kementerian Pertanian Jan S Maringka menyampaikan luas lahan baku sawah nasional berkisar 7 juta hektar, namun jumlah lahan ini mengalami penggerusan dari waktu ke waktu. “Kita memiliki komitmen bersama untuk menjaga lahan pertanian untuk menjaga masa depan,” ujar Maringka. Ia menambahkan pembangunan infrastruktur perlu didorong, namun demikian ketersediaan lahan pertanian penggantinya juga harus bisa dijamin. “Masa depan kita, masa depan pertanian kita ada di tangan bapak-ibu sekalian melalui pertemuan pagi hari ini  diharapkan bisa menghasilkan langkah awal. Dari Makassar Untuk Indonesia,” jelasnya.

Kebutuhan akan hasil pertanian senantiasa diperlukan, sebagai sumber penghidupan masyarakat keberlangsungan pertanian perlu untuk dijaga. Menteri Pertanian Republik Indonesia Syahrul Yasin Limpo dalam arahannya menyampaikan pertanian menjadi sangat penting dan strategis dan menentukan. “Mengurusi pertanian dengan baik berarti mengurusi ekonomi dasar negara,” ungkap Syahrul. Pertanian daerah yang baik tentunya akan berdampak positif bagi kehidupan warga masyarakatnya. Hal ini tentu memerlukan dukungan dari berbagai pihak, bukan hanya dari Kementerian Pertanian tetapi juga dukungan dari lembaga pemerintahan lainnya. “Jangan ada yang mengalih fungsikan lahan pertanian,” ungkapnya.

Deputi Kepala BPKP Bidang PIP Bidang Perekonomian dan Kemaritiman Salamat Simanullang menyampaikan terdapat beberapa risiko yang dimiliki Program Jaga Pangan Kementerian Pertanian, risiko tersebut di antaranya jumlah anggaran yang cukup besar, banyak program strategis yang diampu Kementerian Pertanian yang bersinggungan langsung dengan kesejahteraan masyarakat, sebaran kegiatan yang luas, banyaknya stakeholders yang terlibat, beneficiaries atau jumlah penerima manfaat dari program yang dilaksanakan Kementerian Pertanian yang cukup banyak, dan validitas data. “Data menjadi sesuatu yang sangat penting di dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang dilakukan Kementerian Pertanian. Salah satunya adalah data tentang luas lahan pertanian. Ini menjadi risiko yang harus kita kendalikan,” jelasnya.

Sistem Penyelenggaraan Pemerintah Berbasis Elektronik (SPBE) bisa menjadi instrumen pengawasan terkait perizinan dan lahan di seluruh Indonesia. “Salah satu concern di dalam pengendalian konversi lahan ini kita harus membangun RT/RW secara formal dan yang lebih penting lagi untuk saat ini adalah membuat RT/ RW tersebut dalam bentuk format digital,” ujar Salamat. Jika berhasil diterapkan maka proses konversi lahan pertanian yang mana melewati proses perizinan RT/RW dapat dikendalikan melalui SPBE. Sebagai masukan, terkait perbaikan masalah lahan pertanian updating data perlu dilakukan tentunya melalui kerja sama dengan BPS, BPN, dan Kementerian Lingkungan Hidup. Melalui koordinasi yang baik maka upaya untuk mencegah terjadinya konversi lahan secara ilegal di masa mendatang dapat di mitigasi.

(Kominfo BPKP Sulsel/Dew)