Menuju Perpustakaan Ideal

Suatu bangsa dapat dikatakan sebagai bangsa yang maju dan berkembang, bila  tingkat minat baca, budaya berwacana, serta menulis masyarakatnya aktif. Artinya, mereka mampu merespon realitas fenomena sosial yang ada, termasuk fenomena tradisi membaca masyarakat Indonesia. Dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut, perpustakaan diyakini sebagai penyedia utama layanan bacaan bagi masyarakat untuk mengukur seberapa besar tingkat minat baca suatu masyarakat, kuantitas serta kualitas sumber daya masyarakat itu sendiri.

Disamping sebagai representasi untuk membangun sumber daya manusia, perpustakaan juga diharapkan bisa menjadi agen utama dalam mendorong minat baca masyarakat serta mampu menyediakan bacaan yang cukup berkualitas kepada masyarakat, agar supaya masyarakat tahu dan paham akan kondisi sosial yang ada di negaranya. Untuk itulah diperlukan berbagai upaya agar perpustakaan dapat meningkatkan fasilitas layanan serta melakukan berbagai agenda kegiatan untuk mendorong minat baca masyarakat tersebut.

Setidaknya ada empat elemen penting yang menjadi obyek bidikan agenda besar peningkatan minat baca masyarakat, yaitu pemerintah, perpustakaan, pustakawan dan masyarakat. Pemerintah sebagai penentu kebijakan utama, perpustakaan sebagai fasilitasnya, pustakawan sebagai agen perubahan dan masyarakat sebagai obyeknya.

Dalam tulisan ini, penulis memfokuskan kajian pada bentuk, serta model perpustakaaan semacam apakah perputakan ideal pada 2010 mendatang!

Perlu kita cermati, dalam realitanya perpustakaan yang sudah ada dan tersebar di seluruh penjuru Indonesia, belum bisa dikatakan sebagai “perpustakaan ideal”, karena masih banyak diantara perpustakaan yang ada, sifatnya hanya melayani pinjam meminjam buku saja bagi pengunjungnya. Perpustakaan yang sudah ada di kota-kota besar, belum pernah ada -untuk menyebut tidak ada- agenda rutin lain yang mampu menarik minat pengunjungnya, sehingga yang terjadi adalah rasa jenuh dan bosan dari para pengunjung pun tak bisa dihindarkan.

Oleh karena itu, dalam menyikapi hal tersebut penulis merekomendasikan kepada pemerintah beberapa hal yang kiranya penting untuk segera di realisasikan dalam rangka menuju “perpustakaan ideal” pada tahun 2010 mendatang sebagai berikut:

Pertama, pengelola perpustakaan haruslah memiliki jaringan (network) yang luas. Artinya perpustakaan di suatu daerah, atau kota tertentu haruslah mampu membangun dan memiliki relasi yang banyak dengan pegawai perpustakaan di tempat lain, karena ini adalah modal utama menuju perpustakaan ideal. Sangat mustahil, jika perpustakaan suatau daerah diaku sebagai perpustakaan ideal, padahal relasinya hanya terbatas di ranah internal daerah itu saja. Belum mampu menjamah ranah eksternal (minimal antar propinsi, akan lebih baik bila mampu membangun relasi dengan perpustakaan di negara lain).

Kedua, memiliki akses cepat, tepat dan mampu memberikan layanan secara maksimal. Perpustakaan dapat dikatakan ideal, ketika perpustakaan mampu mengakses literatur seperti buku-buku, skripsi, tesis, atau disertasi yang secara kuantitas sangat jarang ditemukan, tapi ia mampu menemukannya dengan cepat dan tepat. untuk mendapatkannya secara cepat, tepat dan up to date. Maka, untuk merealisasikan perpustakan yang demikian, perlu adanya sistem ‘digitalisasi perpustakaan’. Artinya perpustakaan di suatu daerah tersebut mampu berkomunikasi secara online terkoneksi dengan perpustakaan di tempat lain lewat internet. Secara finansial, membangun perpustakaan model ini memang membutuhkan dana yang tidak sedikit, namun secara kualitas perpustakaan tersebut bisa merepresentasikan menjadi perpustakaan paling ideal.     

Ketiga, memiliki koleksi buku yang lengkap. Terkadang diantara kita banyak menemui orang yang sering mengalami kekecewaan manakala ketika datang ke perpustakaan untuk mencari informasi atau sekeadar mencari buku , ternyata buku yang dicari tidak ada, akhirnya ia tidak memperoleh apa-apa hanya karena perpustakaan tersebut tidak lengkap. Sebetulnya hal itu tidak perlu terjadi apabila perpustakaan rajin mengadakan kerjasama di antara perpustakaan lain. Perpustakaan tak perlu membeli semua bahan koleksi untuk melayani pemakai, karena hal itu tak mungkin. Tetapi dengan adanya kerjasama antar perpustakaan yang baik dan konsisten maka biaya pengadaan bisa ditekan. Bentuk kerjasama tentu saja bermacam-macam mulai dari pengadaan bahan pustaka sampai kerjasama pengolahan. Kerjasama antar perpustakaan tidak hanya menguntungkan pemakai saja tapi juga para pustakawannya, karena antar pustakawan dapat saling bertukar informasi atau seputar dunia kerja di perpustakaan sehingga pengalaman mereka menjadi lebih banyak.

Keempat, memiliki agenda rutin entah itu bersifat mingguan, bulanan, atau tahunan. Artinya perpustakaan tak hanya sekedar sebagai tempat meminjam dan membaca buku, tetapi bagaimana perpustakaan itu mampu menarik simpati anggota-anggotanya dengan mengadakan agenda semacam diskusi, debat, seminar, simposium, dengan mengahdirkan tokoh-tokoh ternama yang mampu memberikan stimulus agar lebih giat untuk menggali ilmu pengetahuan dan teknologi llewat literatur yang ada di perpustakaan tersebut.

Disamping hal-hal diatas, perpustakaan suatu negeri, kota, atau daerah dapat dikatakan sebagai perpustakaan ideal ketika perpustakaan tersebut telah lolos ujian sertifikasi yang terkait dengan keadministrasian seperti tersedianya fasilitas yang lengkap seperti komputer, LCD, ruang baca, ruang multimedia, pustakawan cerdas serta kelengkapan administrasi yang meliputi buku katalog, buku daftar hadir petugas maupun pengunjung, dan lain sebagainya. Hal ini penting karena keadministrasian tersebut lah yang menjadi salah satu poin utama menuju terciptanya perpustakaan ideal.

Selain hal-hal tersebut, perpustakaan bisa dikatakan sebagai perpustakaan ideal, ketika perpustakaan itu ramai dan banyak didatangi oleh para pengunjung. Sungguh sangat riskan bila sebuah perpustakaan ternama -dibangun dengan modal berjuta-juta bahkan bermiliaran-, tetapi justru sepi dari pengunjung.

Terkait dengan perawatan suatu perpustakaan, hemat penulis perpustakaan berbasis digital haruslah memperhatikan aturan-aturan yang bersifat teknis sebagai berikut:

Pertama, siklus pengaturan pinjam-meminjam literatur perpustakaan seperti buku, skripsi, tesis, disertasi, atau apapun karya ilmiah lainnya haruslah seimbang. Seimbang antara reward and punishment. Artinya ketika ada seorang peminjam buku terlambat mengembalikan buku, haruslah di beri punishment, entah berupa denda uang atau yang lainnya. Akan tetapi, pemberian denda itu tidaklah diberikan secara semena-mena. Melainkan haruslah ada kesepakatan antara petugas perpustakaan dengan si peminjam. Begitu juga dengan reward (penghargaan), ketika ada diantara salah satu peminjam literatur perpustakaan yang pernah meraih prestasi semisal ketika ada seorang pelajar, mahasiswa dalam mengikuti lomba karya tulis ilmiah, ia menang dalam perlombaan tersebut dan membuat nama perpustakaan lebih terkenaldan ternama, lantaran referensi yang ia pinjam dari perpustakaan tersebut, maka sudah selayaknya perpustakaan tersebut memberikan reward (penghargaan) bagi pelajar atau mahasiswa tersebut.

Kedua, timing (waktu atau jam buka) perpustakan alangkah baiknya bisa di perpanjang durasi waktu buka, sekitar 10 jam yaitu antara pukul 08.00-18.00. Hal ini penting, mengingat beberapa pertimbangan. Diantaranya, perpustakaan akan lebih sering di kunjungi oleh pengunjung dengan berlama-lama, jika jam buka perpustakaan pun lama, akan tapi sebaliknya perpustakaan akan tidak lama dikunjungi oleh pengujungnya jika jam bukanya pun sebentar. Di sisi lain, kesibukan dan profesi dari anggota-anggota  perpustakaan, atau pengunjung pun berbeda-beda. Tak hanya dari kalangan pelajar, siswa atau mahasiswa, melainkan juga dari pengajar seperti guru, dosen atau bisa juga dari pengusaha, pedagang, atau mungkin yang lainnya dimana waktu aktivitas mereka pun beda-beda. Sehingga, perpustakaan yang baik -hemat saya- adalah perpustakaan yang bisa melayani keinginan anggotanya yang beraneka ragam.

Ketiga, kelengkapan fasilitas-fasilitas demi kenyamanan perpustakaan pun mutlak di butuhkan semisal kipas angin (untuk meminimalisir rasa gerah ketika musim panas), tersedianya minuman gratis (untuk mengurangi rasa jenuh dan bosan dari si pengunjung ketika kehausan), tersedianya sound musik (untuk mengantisipasi pengunjung yang  cenderung lebih suka terhadap musik saat membaca di perpustakaan). Dan tentunya masih banyak fasilitas-fasilitas lain yang kiranya dapat membantu kenyamanan dari para pengunjung perepustakaan agar mereka merasa betah berlama-lama di tempat itu.

Inilah beberapa opini yang dapat saya tawarkan, paling tidak dapat menjadi representasi demi terwujudnya perpustakaan ideal pada 2010 mendatang. Semoga dengan gagasan ini, saya berharap ada sebagian pihak dari masyarakat Indonesia yang tergerak hatinya mau membangun perpustakaan menuju yang lebih ideal.

Penulis: Ammar Machmud

Simple Search



Advanced Search

Title :

Author(s) :

Subject(s) :

ISBN/ISSN :

GMD :

Collection Type :

Location :