STRATEGI PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI BPKP DENGAN 3 PILAR: EDUKATIF, PREVENTIF, REPRESIF

Kamis pagi, 13 Februari 2020 Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Barat, Hasoloan Manalu memenuhi undangan Kepala Stasiun Televisi Republik Indonesia (TVRI) Sulawesi Barat  untuk menjadi narasumber pada program  "Bincang Malaqbi" di Studio TVRI Mamuju. Program  "Bincang Malaqbi"merupakan salah satu acara talk show unggulan yang disiarkan secara langsung (live) di TVRI. Program acara tersebut tayang setiap hari Senin sampai dengan hari Kamis mulai pukul 10.00 WITA, membahas beragam topik seputar pemerintahan, pembangunan, masalah sosial, ekonomi dan lain-lain, termasuk di dalamnya tentang pengawasan internal pemerintah.

Pada kesempatan yang sama, TVRI juga mengundang pihak Polda Sulbar. Dari pihak Polda Sulbar hadir Kanit I Kasubdit III Tipikor Diskrimsus Polda Sulbar, Kompol Bagus Suryo Wibowo. Program "Bincang Malaqbi" dipandu oleh pembawa acara Imelda Adhiyanti, berlangsung selama satu jam, dan disiarkan secara langsung (live) di TVRI. Tema “Bincang Malaqbi” kali ini adalah “Strategi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi BPKP dengan 3 Pilar: Edukatif, Preventif, Represif”.

Pada awal acara, Hasoloan Manalu menjelaskan bahwa penyebab korupsi ada tiga, yaitu adanya peluang, niat dan rasionalisasi. Peluang dapat timbul  disebabkan kurangnya pengendalian dari organisasi atau pimpinan. Penyebab kedua adalah niat. Niat untuk melakukan korupsi dapat timbul karena banyak faktor, salah satunya gaya hidup mewah. Hidup mewah mendorong orang untuk memenuhi keinginannya dengan membeli barang-barang mahal, sehingga timbul niat untuk korupsi. Penyeban terakhir adalah rasionalisasi. Rasionalisasi ini timbul pada saat seseorang melakukan pelanggaran-pelanggaran kecil, namun dianggap wajar atau biasa. Anggapan sudah biasa, lama-kelamaan akan menjadi budaya atau kebiasaan.

Lebih lanjut, Hasoloan Manalu mengatakan bahwa BPKP memiliki strategi pencegahan dan pemberantasan korupsi, yaitu melalui tiga pilar: Edukatif, Preventif dan Represif. Manalu menjelaskan bahwa BPKP telah melaksanakan strategi edukatif melalui penyadaran terhadap masyarakat tentang korupsi, akibat dari korupsi, dan hal-hal apa saja yang termasuk korupsi, sehingga diharapkan semakin banyak masyarakat yang sadar akan bahaya korupsi dan memiliki sikap anti korupsi.  Strategi edukatif antara lain dilakukan melalui sosialisasi anti korupsi dan pembentukan masyarakat pembelajar anti korupsi (MPAK).

Hasoloan Manalu menjelaskan bahwa strategi yang kedua adalah preventif. Strategi preventif berupa control (pengendalian). Upaya yang dilakukan oleh BPKP berupa pembinaan dan bimbingan penyelenggaraan sistem pengendalian intern pemerintah (SPIP). Sistem pengendalian intern pemerintah ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Bimbingan penyelenggaraan sistem pengendalian intern pemerintah (SPIP) dilaksanakan agar pengendalian dapat diimplementasikan mulai dari tahap perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, hingga pertanggungjawaban. BPKP telah melaksanakan bimbingan dalam hal pengendalian melalui bimbingan teknis dan sosialisasi kepada pemerintah daerah tentang pengelolaan keuangan daerah, pelaporan keuangan daerah dan sebagainya. Bimbingan pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan antara lain melalui pendampingan implementasi Sistem Informasi Manajemen Daerah (SIMDA). Selain itu, BPKP juga melakukan bimbingan pengelolaan dana desa melalui pengembangan dan implementasi Sistem Keuangan Desa (SisKeuDes). Apabila pengendalian sudah dilakukan dari tahap perencanaan hingga petanggungjawaban, maka korupsi dapat diminimalisir atau bahkan dihilangkan.  

Strategi yang ketiga adalah represif, berupa kerja sama dengan aparat penegak hukum melalui audit investigatif, audit penghitungan kerugian negara, dan pemberian keterangan ahli, baik kepada penyidik maupun di dalam persidangan.

Kepala Perwakilan BPKP Sulbar, Hasoloan Manalu menambahkan bahwa dewasa ini telah berkembang tentang teori pengendalian three line of defense yaitu sebuah instansi/institusi memiliki tiga lini pertahanan. Lini pertahanan pertama ada pada operasional instansi tersebut, contohnya yaitu pimpinan dan karyawan. Apabila lini pertama ini tangguh, makan peluang korupsi akan kecil. Lini kedua adalah kepatuhan terhadap peraturan atau hukum.  Lini ketiga adalah audit internal atau aparat pengawasan internal pemerintah (APIP). Lini pertahanan ketiga ini baru digunakan apabila lini pertama dan kedua bocor atau tidak kuat. Peran APIP di lini pertahanan terakhir ini adalah melakukan audit, memberikan saran/rekomendasi perbaikan pengendalian, dan perbaikan manajemen risiko.

Sebagai lini pertahanan terakhir, APIP harus memiliki kapasitas dan kapabilitas serta mampu berperan optimal. Hasoloan Manalu mengatakan bahwa optimalisasi peran APIP harus dari dua sisi. Sisi pertama adalah bagaimana kapabilitas APIP semakin meningkat termasuk sarana, prasarana, dan SDM-nya. Selanjutnya adalah tata kelola. Sebagai contoh, saat audit kinerja, APIP harus memiliki pedoman audit kinerja, harus dilakukan oleh auditor yang telah berseritikasi atau telah mengikuti audit kinerja. Selanjutnya pelaksanaan penugasan aduit kinerja harus mendukung pencapaian indikator kinerja utama (IKU), rekomendasi ditindaklanjuti, dan dilakukan reviu berjenjang. Lalu sisi kedua harus ada komitmen dari pimpinan daerah untuk mengoptimalkan peran mulai dari proses perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, hingga pertanggungjawaban.

Di ujung penjelasannya, Hasoloan Manalu mengutarakan pesan  tentang pencegahan korupsi yang dikutip dari istilah yang sering diungkapkan oleh Aa’ Gym yaitu: dimulai dari diri sendiri, dimulai dari hal-hal kecil, dan dimulai saat ini juga, bukan nanti.

(Humas BPKP Sulbar/IM)