Rendah, Penyerapan Utang Luar Negeri Indonesia

Data Bappenas menunjukkan dari tahun 2000 sampai sekarang penyerapan utang luar negeri kita tidak pernah sesuai target.

Masalah perencanaan dalam melaksanakan program-program pemerintah yang dibiayai dari hutang luar negeri menjadi permasalahan krusial yang harus dibenahi. Hal tersebut karena banyaknya utang luar negeri yang dapat dikumpulkan tetapi tidak semuanya dapat diserap. Kenyataanya, daya serap yang kecil tersebut justru menambah beban pemerintah karena tetap harus bayar commitment fee yang besarnya 0,75 persen dari seluruh pinjaman yang sudah dijanjikan dan biaya administrasi sebesar 0,75 persen dari pinjaman yang belum ditarik. \"Ketidaksiapan lembaga dan departemen menjadi salah satu penyebabnya\", ujar Mulia Nasution, Dirjen Perbendaharaan Negara. Selain itu, \"Sejumlah aturan yang tidak sinkron satu dengan lainnya disinyalir menjadi penyebab rendahnya daya serap proyek-proyek yang dibiayai pinjaman luar negeri\". Lanjutnya Memang hal tersebut tidak dapat dipungkiri, soal otonomi daerah contohnya, yang menyebabkan banyaknya tumpang tindih kewenangan antara pusat dan daerah. Akibatnya, menurut Mulia, pada tahun 2003 ditemukan dana dekonsentrasi sebesar Rp 3,47 triliun yang tidak jelas pertanggungjawabannya. Sebagaimana diketahui, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ditugasi untuk mengaudit dana dekon sebesar Rp 79 triliun yang tersebar di beberapa departemen. Mulia mengharapkan tahun ini kendala tersebut dapat dihilangkan atau dikurangi. Untuk itu, Sri Mulyani, Ketua Bappenas, telah menyiapkan salah satu \"resep\" yaitu mengaktifkan koordinasi dengan negara peminjam melalui forum Country Portfolio Performance Review (CPPR). Forum ini nantinya akan membahas antara lain manajemen proyek, pengawasan pelaksanaan proyek, penyerapan dana, korupsi dan kesiapan proyek.(TOP)(Koran Tempo)