Polri Telusuri Dana Nasabah Danamon

Mabes Polri masih menelusuri secara intensif asal usul dana Rp. 100 Miliar yang diduga dimiliki Edi Karsanto, nasabah Bank Danamon, sekaligus pelapor dalam kasus pembobolan bank swasta tersebut

Memang kami masih menelusuri asal-asul dana sebesar Rp. 100 Miliar tersebut, Hal itu dikatakan Kabag Reskrim Polri Suyitno Landung, namun dia menolak menjelaskan mengenai status dua direksi PT. Bank Danamon Tbk, yaitu Gatot M. Soewondo dan Ali R apakah sudah ditetapkan menjadi tersangka atau belum. Sebelumnya dia mengungkapkan kasus pembobolan dana di Bank Danamon masih dalam penelitian. Tim penyidik, menurut dia, terus mengembangkan penyelidikan dan penyidikan kasus tersebut dengan melakukan koordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK). Koordinasi dengan lembaga itu, lanjutnya sebagai bentuk kehati-hatian untuk mencegah terjadinya rush di lembaga keuangan swasta tersebut. Sedangkan koordinasi dengan PPATK, kata Suyitno, untuk mendalami data tentang asal-asul keberadaan dana yang diduga dimiliki saksi pelapor Edi Karsanto. Mungkin saja ada indikasi pencucian uang dalam kasus pembobolan dana tersebut. Ketika dimintai pendapatnya, pengamat hukum perbankan Prajoto mengemukan koordinasi penyidik Polri, PPATK dan Bank Indonesia (BI) belum berjalan dalam menuntaskan kasus dugaan pembobolan dana sebesar Rp. 100 Miliar di bank Swasta tersebut. Prajoto menekankan data empirik dari PPATK dan BI dalam mendukung kasus perbankan, khususnya Bank Danamon sangat diperlukan. Data pendukung kasus perbankan itu dapat diperoleh, jika penyidik kepolisian telah melakukan kerjasama yang baik dengan PPATK dan BI. Penanganan kasus perbankan, lanjutnya bukan hanya tugas kepolisian karena sebagian besar materi kasus perbankan tersebut berada di wilayah lain. Sulit bagi kepolisian untuk menangani sendiri kasus tersebut tanpa dukungan lembaga lainnya. \"Kasian kan polisi jika ditumplek dengan segudang kasus yang bukan wilayah pengetahuannya, apalagi gaji polisi kan rendah, tuntutannya terlalu tinggi, bisa jadi nggak karuan\" ujar Prajoto lagi. Dia tidak sependapat jika banyak kalangan menyudutkan kinerja kepolisian dalam menangani berbagai kasus perbankan. Bukannya lamban, kata Prajoto, melainkan penyidik Polri belum didukung institusi lainnya yang lebih menguasai data empirik dalam menelusuri kasus perbankan yang belakangan ini banyak bermunculan. Sebelumnya penasihat hukum PT. Bank Danamon Tbk, Amir Syamsudin mengemukakan tidak benar kedua kliennya membobol dana itu. Bahkan pengacara itu menuding bukti yang diajukan saksi pelapor Edi Karsanto kepada Kepolisian untuk mencairkan dana sebesar Rp. 100 Miliar di Bank Danamon Cabang Pasar Jatinegara adalah fiktif karena menggunakan kartu tanda penduduk (KTP) yang tidak jelas alamatnya. Sudah jelas dana itu tidak ada di neraca kami dan kami tidak akan mencairkan dana tersebut. Buktinya palsu, di neraca kami sudah jelas yaitu tidak pernah ada pencairan dana, paparnya. Penetapan status tersangka kedua direksi Bank Danamon itu juga diungkapkan Amir yang menyebutkan tidak ada pembobolan bank tersebut. Malah sebaliknya, Bank Danamon telah melaporkan Edi Karsanto dalam kasus penipuan melalui layanan pesan singkat (SMS). Pengacara ini menyayangkan sikap Polri yang lebih cepat merespons dengan cepat laporan Edi Karsanto, padahal sebelumnya Bank Danamon telah melaporkan adanya keterkaitan sindikat penipuan melalui SMS yang diduga dilakukan Edi Karsanto. Amir menambahkan pelacakan kasus penipuan yang dilakukan terlapor Edi Karsanto sebenarnya sangat mudah karena menyangkut dana 100 Miliar. Polisi kan tinggal menanyakan dari mana Edi Karsanto memperoleh dana yang cukup besar tersebut, ungkapnya. Pernyataan Amir tersebut ditanggapi Kabag Reskrim Polri, Suyitno yang masih menelusuri kebenaran pemilikan dana Rp.100 Miliar. Memang kami masih perlu menelusuri asal-usul dana sebesar Rp. 100 Miliar tersebut, katanya. (Bisnis Indonesia, 20 Agustus 2004) (JWS)