Hidayah Pengawasan Program KOTAKU 2021 oleh BPKP

.

PONTIANAK (1/12) – Kepala Perwakilan (Kaper) BPKP Provinsi Kalbar sampaikan lesson learned dari hasil pengawasan BPKP atas program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kalimantan Barat. Sebuah pelajaran, bahwa niat mulia dari pemerintah tidak selalu berjalan mulus ketika diimplementasikan di tengah masyarakat, meskipun pada akhirnya berakhir sukses. Dalam hal itu, BPKP hadir untuk mengawal dan memastikan manfaat itu sampai kepada masyarakat.

“Niat mulia untuk memberikan manfaat kepada masyarakat tidak akan terwujud dengan baik apabila tidak didukung dengan tata kelola yang juga baik,” demikian disampaikan Kepala Perwakilan (Kaper) BPKP Provinsi Kalimantan Barat Dikdik Sadikin dalam kegiatan Rapat Koordinasi ke-3 Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) Provinsi Kalimantan Barat Tahun Anggaran 2021 di Hotel Golden Tulip, Pontianak.

Seperti halnya Program Kota Tanpa Kumuh atau KOTAKU, lanjut Kaper. “Program ini merupakan wujud nyata bantuan pemerintah kepada masyarakat. Di sini swadaya masyarakat didorong dan dibantu oleh pemerintah agar masyarakat membenahi lingkungannya sendiri. Namun, dalam akuntabilitas pelaksanaannya, kami melihat masih terdapat beberapa hal yang perlu sempurnakan,” kata Dikdik.

Terkait korelasi pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat, PPK BPPW Kalbar Ayu Juwita yang menjadi moderator dalam kegiatan tersebut menjelaskan, “Sesuai peraturan berlaku, Pemda wajib memiliki SK Kumuh dari hasil pemetaannya. Dan untuk wilayah kumuh di atas 1,5 hektar, wilayah itu menjadi perhatian kami untuk dibantu, yang di-SK kan kembali oleh Kementerian PUPR. Untuk selanjutnya, SK tersebut dengan tujuh indikator kekumuhan, ditentukan wilayah yang akan menjadi sasaran program KOTAKU. Kemudian, eksekusinya, pemerintah membantu wilayah kumuh itu dengan menetapkan jenis infrastruktur, rancangan infrastruktur, menyediakan material, anggaran dan biaya sarana prasarananya, serta pendamping teknis. Selanjutnya masyarakat lah yang membangun serta memeliharanya.”

Sebuah ide yang dinilai baik, namun penerapan di lapangan tidak selalu berjalan mulus. Disiplin administrasi, misalnya, yang di wilayah birokrasi menjadi sebuah budaya dan terus menerus diawasi. Namun bagi masyarakat, khususnya di lingkungan kumuh, hal itu umumnya bukanlah sebuah tradisi. Konsekuensi dari pihak pemerintah adalah upaya sosialisasi, pembimbingan dan pemantauan yang harus dilakukan terus-menerus.

Selain beberapa ketidaksempurnaan administrasi yang menjadi temuan BPKP dan telah ditindaklanjuti, ada hal lain yang cukup mendasar, yakni soal kebutuhan agar suatu wilayah itu tidak kumuh. Supriadi, Asisten Koordinator Kota (Askot) Mandiri Kabupaten Kubu Raya, bertanya, “Kita katakan bahwa masyarakat di suatu wilayah kumuh perlu dibantu agar wilayahnya tidak lagi kumuh. Tetapi, apakah masyarakat di wilayah itu sendiri sebenarnya memerlukan hal tersebut. Misalnya, masyarakat di situ punya kebiasaan seperti membuang sampah sembarangan yang kalau itu kita biarkan maka wilayahnya akan menjadi kumuh kembali. Dengan kebiasaan itu jangan-jangan mereka sebenarnya tidak butuh untuk dibantu,” ujar Supriadi.

“Belum lagi masalah pemeliharaan ke depan setelah prasarana selesai dibangun. Tanpa ada rasa memiliki dan rasa membutuhkan itu, kita tidak bisa berharap prasarana tersebut akan dipelihara dengan baik oleh masyarakat setempat. Kenyataannya, masyarakat yang tinggal di wilayah kumuh tentunya masyarakat miskin. Padahal pemeliharaan prasarana tersebut membutuhkan biaya yang tentu akan terasa berat untuk ditanggung mereka,” imbuh Askot itu.

Menanggapi hal itu, Kaper BPKP Kalbar Dikdik Sadikin mengatakan bahwa dalam kondisi itulah negara harus hadir. “Kita tidak bisa membiarkan asumsi dan budaya yang buruk di masyarakat terus dipertahankan sehingga membuat sebuah wilayah tidak berkembang bahkan terus-menerus kumuh. Justru di situlah tugas kita sebagai abdi negara dari strata pemerintahan terdekat seperti kelurahan atau desa, pemerintah daerah sampai pemerintah pusat untuk memberikan kontribusi,” ujarnya.

Dalam kerangka peran pemerintah yang memberikan manfaat kepada masyarakat itulah, lanjut Dikdik, BPKP hadir untuk mengawal dan memastikan manfaat itu sampai kepada masyarakat. Bahkan manfaat itu harus dipastikan dapat dirasakan masyarakat secara berkelanjutan.

Kaper BPKP Kalbar yang sebelumnya terjun langsung mengawasi program itu ke lapangan bersama kepala daerah, dalam hal ini bersama Wali Kota Singkawang Tjhai Chui Mie mengatakan bahwa dari semua permasalahan, lesson learned yang dapat diambil adalah pentingnya penerapan 5 T, yaitu tepat sasaran, tepat jumlah, tepat waktu, tepat kualitas dan tepat administrasi.  “Lima hal itu, apabila diperhatikan, dilakukan dan dikendalikan dengan baik dalam sebuah mitigasi risiko yang tinggi, insya Allah akan menjadi keniscayaan untuk dapat menekan dampak yang tidak diinginkan di kemudian hari. Selain risiko yang lebih terkendali, ketepatan itu juga dapat  lebih menjamin tersampaikannya manfaat hasil kerja pemerintah  kepada masyarakat secara berkesinambungan,” pungkas Dikdik.

Kepala Balai Prasarana Permukiman Wilayah Kalbar Deva Kurniawan Rahmadi yang hadir dalam pertemuan itu memberikan apresiasi atas lesson learned yang disampaikan. Dirinya berharap, Perwakilan BPKP Kalbar dapat membantu melakukan pengawasan pada program KOTAKU selanjutnya.

 

(Kominfo BPKP Kalbar/FW)