Kompetensi Pengawasan Berbasis Digital untuk APIP yang Adaptif

.

JAKARTA (27/10) - Besarnya kekuatan teknologi dan sistem informasi telah membentuk digital lifestyle yang kemudian berdampak positif pada potensi ekonomi digital di Indonesia. Untuk menuntun realisasinya, pemerintah telah merumuskan arah kebijakan transformasi digital menjadi Indonesia Digital yang maju, mandiri, adil, dan makmur dengan bantuan teknologi digital guna memberikan kebijakan yang lebih responsif, fleksibel, dan prosedur layanan yang sederhana.

Bagi APIP, fase transformasi menjadi Indonesia Digital ini menjadi isu stratejik mengingat perkembangannya melahirkan risiko-risiko baru yang menantang. APIP sebagai pemberi jaminan dan advis harus mampu mengantisipasinya, adaptif menyesuaikan pengawasannya dengan kondisi terkini, mengembangkan teknik-teknik pengawasan yang baru, melalui kompetensi pengawasan berbasis digital yang mumpuni dan kompetensi teknologi informasi yang one step ahead dari auditinya.

Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh saat membuka Webinar “Transformasi Pengawasan Berbasis Digital Menuju APIP yang Agile” yang diselenggarakan oleh Akademi Pencegahan dan Represif Keuangan (PRK) Kedeputian Bidang Investigasi BPKP dan GIA Corpu ini menegaskan pentingnya pengembangan kompetensi secara berkesinambungan agar APIP dapat menguasai teknik pengawasan berbasis digital seperti data analisis, audit sistem informasi, pengumpulan dan analisis bukti digital melalui kegiatan forensik digital. Menurutnya, pengujian terhadap data, aplikasi, maupun aktivitas lain, dengan pengawasan berbasis digital, dapat dilakukan secara cepat dan menyeluruh tanpa mengganggu aktivitas yang berjalan.

“Masyarakat semakin kritis menyikapi has?l pengawasan terutama yang berlanjut ke proses hukum. Di sisi lain, bukti-bukti juga bergeser pada bukti-bukti yang bersifat elektronilk. Di samping harus meyakini proses pengawasan yang mengacu pada standar dan aturan yang berlaku, APIP juga harus punya kompetensi menganalisis bukti-bukti elektronik sehingga tidak memberikan peluang ditolaknya hasil pengawasan di pengadilan,” terang Yusuf Ateh.

Lebih lanjut, Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi Agustina Arumsari sebagai keynote speaker menceritakan upaya BPKP menjadi APIP yang agile, salah satunya dengan melakukan transformasi digital di bidang keinvestigasian dengan membangun laboratorium forensik yang prosesnya telah dimulai sejak tahun 2012. 

Sari menyatakan bahwa laboratorium digital forensik BPKP ini telah memberikan kontribusi besar dalam keberhasilan pengawasan yang bersifat represif dalam kasus-kasus tipikor yang merugikan keuangan negara dengan jumlah fantastis. 

Kerugian keuangan negara, menurut Sari, ketika telah terjadi menjadi sulit dikembalikan dan berdampak negatif bagi proses pembangunan. Untuk itu, Sari menjelaskan bahwa BPKP terus beradaptasi, terutama di masa pandemi ini. BPKP harus agile, merespon tugas pengawalan penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional dengan memanfaatkan laboratorium digital forensiknya untuk kebutuhan pengawasan yang lebih bersifat preventif. 

“Kami telah mengembangkan menjadi data analitik. Kami mencoba berkolaborasi dengan berbagai kementerian yang memiliki big data. Kami mengembangkan itu, salah satunya adalah dalam kegiatan penerimaan bantuan sosial. Kami sebagai APIP menjadi trusted advisor bagi manajemen mengambil kebijakan dalam bantuan sosial,” terang Sari.

Webinar yang diikuti oleh APIP K/L/P di seluruh Indonesia ini menghadirkan dua narasumber, yaitu Kepala Pusat Studi Forensika Digital UII sekaligus Pengurus Asosiasi Forensik Digital Indonesia Yudi Prayudi dan Komisaris Utama PT PLN Amien Sunaryadi.

Yudi memaparkan tentang pemanfaatan teknologi digital dan proses analisis bukti digital bagi pengawasan APIP. Menurutnya, digital forensik akan mengoneksikan data sehingga menjadi sebuah fakta. Yudi memaparkan, ada beberapa karakteristik data yang bisa menjadi bukti digital, yaitu admissible, authentic, complete, reliable, dan believable. Untuk mendapatkannya, APIP dapat memanfaatkan berbagai sumber data, salah satunya dari laboratory analysis of physical and electronic evidence. 

Narasumber selanjutnya, Amien Sunaryadi, memaparkan tentang pemanfaatan dokumen dan data digital untuk meningkatkan hasil pengawasan. Amien menjelaskan, setidaknya ada tiga hal yang sering menjadi masalah dalam pengelolaan program pemerintah. 

Pertama, terkait data yang diinput dan bagaimana proses entry datanya. Kedua, terkait sistem aplikasi yang digunakan dalam mengelola suatu program, bagaimana pengumpulannya, kompilasi, dan proses dataya. Terakhir, terkait sumber daya manusianya, bagaimana kompetensi SDM yang menangani entry, kompilasi, dan proses data. 

Untuk dapat memecahkan problem-problem tersebut, menurut Amien, APIP setidaknya harus memiliki pemahaman terkait ketentuan pembuktian, prosedur penggeledahan sukarela, sistem informasi, IT control system, ketentuan pembuktian elektronik, prosedur akuisisi data digital, digital forensik, digital data review, dan data analytical.

“Ke depan, program-program pemerintah pengelolaannya akan semakin digital. Dari keseluruhannya, yang sangat penting adalah the man behind the gun,” ujar Amien. 

Di akhir sesi paparannya, Amien berpesan tentang pentingnya kolaborasi antar APIP. Ia menyatakan, ruang lingkup pengawasan APIP di berbagai level memang berbeda, namun penyimpangan sering terjadi melintasi batas (borderless crime) sehingga APIP harus selalu bekerja sama dan berkolaborasi agar setiap hasil pengawasannya dapat memberikan nilai tambah bagi pemerintah.

(Kominfo BPKP)