BPKP Ungkap Lima Area Kritis Pengadaan Barang dan Jasa Di Masa Pandemi

.

JAKARTA (21/10) - Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) merupakan salah satu kegiatan yang rawan penyimpangan, terlebih di masa pandemi seperti saat ini. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) memiliki peran yang sangat sentral utamanya dalam proses reviu dan audit pengadaan Barang dan Jasa.

Direktur Pengawasan Bidang Pertahanan dan Kemananan BPKP Faisal menjelaskan bahwa prinsip pengadaan di masa pandemi ada tiga, yaitu efektif atau tepat sasaran, transparan atau terbuka, dan akuntabel atau dapat dipertanggungjawabkan. 

“Kombinasi antara kecepatan dan akuntabilitas harus berusaha di dekatkan, karena kecepatan seringkali mengabaikan akuntabilitas”, lanjutnya. Hal itu disampaikan pada saat mengisi acara 'Dialog Nasional Pengadaan: Mencari Formula Kebijakan Terbaik Dalam Pengadaan Darurat' yang digelar oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Selasa (20/10).

Lebih jauh Faisal menjelaskan setidaknya ada lima area kritis atau risiko PBJ di masa pandemi. Pertama, pada tahap perencanaan. Saat identifikasi kebutuhan, permasalahan yang seringkali muncul adalah identifikasi kebutuhan kurang memperhatikan kebutuhan riil di lapangan, bahkan masih ada barang/jasa yang tidak terkait langsung dengan Covid-19 masuk dalam perencanaan. 

Kedua, pada tahap pemilihan penyedia, masih ada kriteria penyedia yang ditunjuk tidak sesua dengan ketentuan perundangan, termasuk penyedia barang/jasa yang tidak kompeten, dan bidang usahanya tidak sesuai. Untuk mekanisme swakelola atau pengadaan sendiri, sering dijumpai Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang tidak sesuai dengan ketentuan, serta administrasi pertanggungjawaban keuangan yang masih lemah.

Pada tahap penyelesaian pembayaran, dokumen atau bukti pembentuk harga tidak disediakan oleh penyedia secara lengkap sehingga menyebabkan tim audit kesulitan meyakini kewajaran harga yang ditawarkan. Selain itu, seringkali profit margin tidak ditetapkan dalam surat pesanan. “Beberapa hal inilah yang seringkali diabaikan oleh penyedia, dengan dalih keadaan darurat,” imbuhnya.

Area kritis yang kelima adalah tahap distribusi kepada pengguna akhir atau end user. Permasalahan yang mencuat adalah barang hasil pengadaan tidak didistribusikan sesuai dengan rencana kebutuhan. Selain itu, ada juga barang yang sudah dibeli, ternyata tidak kompatibel dengan alat yang digunakan. 

“Beberapa permasalahan yang ada, bisa jadi karena unsur kesengajaan, bisa jadi karena unsur lainnya. Namun perlu diingat bahwa prinsip PBJ di masa pandemi adalah efektif, transparan, dan akuntabel,” pungkasnya.  

Sebagaimana diketahui, pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, di mana dalam Bab VIII diatur mengenai pengadaan dalam penanganan keadaan darurat. Regulasi inilah yang selanjutnya menjadi acuan bagi LKPP untuk merumuskan kebijakan teknis pengadaan di masa pandemi, dan BPKP untuk kebijakan pengawasan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.