Penguatan Pengendalian Internal dalam Mewujudkan Good Governance

Jakarta (17/01) – Undang-Undang Keuangan Negara mengamanatkan pimpinan setiap kementerian/lembaga untuk menerapkan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dalam mengelola keuangan negara. Dalam RPJMN 2014-2019 disampaikan bahwa SPIP harus berada pada tingkat maturitas tertentu yang menjadi ukuran seberapa jauh SPIP ini bisa mengamankan dan mengendalikan uang negara. Targetnya, dalam RPJMN 2014-2019 semua kementerian/lembaga harus berada di Level 3 tingkat maturitas SPIP-nya di Tahun 2019. Harapannya agar pengelolaan keuangan negara dapat dilakukan secara transparan, akuntabel dan berkinerja.

Hal itu dikemukakan Kepala BPKP Ardan Adiperdana dalam sambutannya yang bertema “Penguatan Pengendalian Internal dalam Mewujudkan Tata Kelola Pemerintah yang Bersih” pada Penandatanganan Perjanjian Kinerja Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Acara tersebut diselenggarakan di Grand Sahid Jaya Hotel, yang dihadiri oleh Kepala BNPT Suhardi Alius dan jajaran Eselon 1, Eselon 2, dan Eselon 3 BNPT.

Pada kesempatan itu, Ardan mengemukakan bahwa Sistem Pengendalian Internal (SPI) bukan hanya digunakan untuk mengelola keuangan negara saja, namun hal tersebut juga mendasari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada saat melakukan audit. “Apabila SPI-nya baik akan memudahkan BPK untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan. Adapun kaitan secara keseluruhan, ini merupakan pilar-pilar dari good governance penyelenggaraan pemerintahan”, lanjut Ardan.

Lebih lanjut Ardan menjelaskan bahwa pengelolaan keuangan negara harus transparan dan akuntabel dalam tujuan bernegara yang disebutkan dalam PP Nomor 60 Tahun 2008. Mencakup 5 unsur mulai dari lingkungan pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi serta pemantauan pengendalian intern, harus diterapkan dalam tiap unit, kegiatan dan program. Tujuannya tidak lain untuk mencapai efisiensi, efektifitas, pengamanan aset, pelaporan keuangan dan ketaatan terhadap peraturan perundangan. Ardan menambahkan bahwa dengan SPIP sedikit banyak akan berkontribusi terhadap masalah yang diidentifikasi kementerian/lembaga.

Terkait penilaian maturitas SPIP secara nasional di 86 Kementerian/Lembaga, Ardan mengungkapkan bahwa tingkat maturitas kementerian/lembaga yang berada pada level 1 sebanyak 12%, level 2 sebanyak 44%, dan level 3 sebanyak 44%. “Apabila diteropong lebih jauh secara nasional bagi kementerian/lembaga yang belum level 3, kami  memetakan bahwa kelemahan tersebut ada dalam unsur kedua, yaitu penilaian risiko”, jelasnya.

Pun begitu, Ardan menyampaikan bahwa SPI tidak luput dari kelemahan-kelemahan. Pertama adalah intervensi. Jika pimpinan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah sudah terbangun SPI namun kemudian melakukan intervensi, misal dalam proses pengadaan barang dan jasa, tentunya akan membuat internal control yang baik tersebut menjadi ter-downgrade/tergradasi. Kelemahan kedua adalah kolusi. Dalam konteks pengadaan barang dan jasa, hal ini dapat melemahkan SPI. Ketiga, pengabaian di mana pimpinan tidak peduli dengan SPI. Hal ini akan melemahkan SPI juga pengawasan intern yang sudah terbangun. Untuk itu, perlu diperkuat dengan mitigasi risiko dengan membangun Whistle Blowing System, mengimplementasikan E-Gov sehingga tidak ada lagi konteks pertemuan yang sifatnya face to face tapi lebih menggunakan teknologi.

Dalam kesempatan ini, Ardan juga mengapresiasi BNPT dalam usaha mengamankan negara dari terorisme sehingga Indonesia mendapat ranking 9 sebagai negara yang aman di dunia. Ardan mengungkapkan prestasi ini tidak luput dari peran aparat BNPT yang secara 24 jam menjaga negara. Hal ini menandakan, pengelolaan keuangan yang kemudian kegiatan-kegiatannya dipakai untuk mengamankan negara sudah terasa manfaatnya. Harapannya, SPI dalam pengelolaan keuangan negara untuk melaksanakan kegiatan mengamankan negara sudah efektif dan efisien.

(HumasBPKPPusat/Vn/Idy)