Deputi Bidang Investigasi Harapkan Inspektorat Tingkatkan Kompetensi Investigatif

Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi harapkan para auditor untuk tingkatkan kompetensi sesuai dengan organisasinya. Karena itu, auditor pemerintah juga didorong mampu lakukan audit investigatif.

“Kompetensi yang perlu ditingkatkan pada auditor di Inspektorat Daerah adalah audit investigatif. Merujuk kepada definisinya, audit investigatif tersebut merupakan proses menemukan kebenaran. Karena itu, seorang auditor harus mampu melakukan konfirmasi dan klarifikasi secara profesional sampai dia mengungkap kebenaran sebuah fakta,” demikian disampaikan Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi Iswan Elmi pada Penutupan Diklat Substansi Audit Investigatif bagi APIP di lingkungan Inspektorat Kabupaten Kota se-Provinsi Riau dan BPKP Perwakilan Provinsi Riau. Kegiatan ini diselenggarakan di aula Kantor BPKP Perwakilan Provinsi Riau, Pekanbaru.

Diklat yang berlangsung lima hari sejak Senin (29/10) itu diisi oleh narasumber yang kompeten dari BPKP Pusat dan Perwakilan, LKPP, Kejaksaan, dan Kepolisian RI. Tercatat yang menjadi narasumber tersebut antara lain Agustina Arumsari (Direktur Investigasi BUMN dan BUMD, BPKP Pusat), Farid Firman (Kasubdit di Kedeputian Investigasi BPKP Pusat, dan Ign. Rudi Wiyana (Korwas Investigasi BPKP Perwakilan Riau).   

Pada acara penutupan kegiatan itu, Iswan mengajak peserta untuk kembali memahami bahwa  “audit sendiri adalah membandingkan antara fakta dengan kriteria, yang dilakukan oleh orang yang independen dan kompeten. Maka, kompetensi seorang auditor harus memahami peraturan yang berlaku yang menjadi kriteria, tanpa harus menjadi sarjana hukum”.

Namun demikian, menurut Iswan ada yang berbeda antara audit investigatif dengan audit biasa, seperti audit operasional.

“Di dalam melakukan audit investigatif semua bukti harus dianalisis dan diuji dengan lebih mendalam. Bila dalam audit operasional bukti pihak ketiga dianggap bukti yang valid, dalam audit investigatif bukti dari pihak ketiga pun perlu diuji validitasnya. Karena sifat fraud sebagai sasaran yang akan diungkap audit investigatif adalah tersembunyi, bisa jadi pihak ketiga tersebut bersekongkol sehingga buktinya juga dipalsukan,” ujarnya. Oleh karena itu, Iswan berharap para auditor harus senantiasa meningkatkan kompetensinya, terlebih kompetensi di bidang audit investigatif. 

Di hadapan 30 peserta diklat, Iswan juga mengingatkan bahwa APIP tidak boleh  mengambil alih kewenangan manajemen. Tanggung jawab menjalankan kebijakan controlling tetap berada pada manajemen.  Namun, APIP harus mampu menciptakan early warning system dan harus dapat mendeteksi fraud.

Selain itu, ditegaskan Iswan bahwa auditor harus tetap pada garis profesinya secara organisasi. “Perlu diingat, auditor yang bekerja pada Inspektorat, maka kompetensinya mengikuti kompetensi organisasi Inspektorat, yaitu auditing,” ujar Iswan. “Walaupun auditornya adalah sarjana hukum yang notabene berkompetensi dalam bidang hukum, tetapi secara organisasi, kompetensinya adalah auditing. Maka, bagaimana pun, auditor tersebut tidak dapat memberikan pendapat hukum. Sesuai kompetensi organisasinya, pendapat auditor yang diakui sebagai profesi yang diakui adalah tetap dalam bidang auditing. Dan untuk memberikan pendapat hukum, tetap harus dimintakan kepada ahlinya, di luar organisasi Inspektorat.”

Sementara itu, Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Riau Dikdik Sadikin mengatakan bahwa maraknya OTT belakangan ini menuntut auditor di Inspektorat untuk lebih meningkatkan kualitas hasil pengawasannya.

“Jangan, belum-belum sudah berlindung di balik persoalan independensi. Tapi, sebelum mempersoalkan independensi, sudahkah hasil pengawasan auditor inspektorat tersampaikan dan dipahami oleh  pimpinan atau Kepala Daerahnya? Kalau pun sudah tersampaikan, apakah kualitas hasil pengawasan tersebut sudah memadai sehingga informasi hasil pengawasan yang disampaikan itu dapat meyakinkan Kepala Daerah untuk mengerti kondisi yang ada dan mematuhi peraturan yang harus diiikuti? Lebih jauh, hasil pengawasan itu apakah sudah dapat diambil sebagai bahan pengambilan dasar kebijakan tata kelola yang baik dan dengan pengendalian yang terintegrasi di dalamnya, atau ber-SPIP? Kalau hal ini masih belum bisa terjawab, berarti kapabilitas APIP-nya memang masih harus ditingkatkan,” tegas Dikdik Sadikin. 

Untuk itu menurut Dikdik, audit investigatif menjadi penting karena dengan audit tersebut dapat mengungkap lebih dalam akar permasalahan. Sehingga hasilnya bukan semata sebagai sarana menghukum yang bersalah, tetapi lebih jauh lagi dapat digunakan dalam merancang sistem yang lebih dapat diandalkan guna mengendalikan kegiatan yang anti korupsi.

“Untuk itu, BPKP sebagai pembina APIP memiliki amanah untuk meningkatkan SDM APIP. Sehingga APIP dalam menjalankan tugasnya dapat lebih memberikan early warning system, dengan mendeteksi fraud sejak dini,” pungkas Dikdik sore itu. 

Humas BPKP Riau/Setia Hadi Pranoto