Upaya BPKP dalam Pemberantasan Korupsi

Selasa (10/4) Dalam proses pengadaan barang dan jasa perlu adanya Probity Assurance Advisory yang melekat dalam proses tersebut. Oleh karena itu, BPKP harus membangun kemampuan APIP untuk bisa melakukan tugas tersebut dalam rangka mencegah korupsi. Hal ini bisa dilakukan Inspektorat mulai dari tahapan perencanaan sampai dengan pelaksanaan, sehingga bisa memberikan early warning system apabila terjadi indikasi kecurangan.

Pernyataan tersebut diutarakan Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi, Iswan Elmi kepada Tim Peneliti Puslitbangwas yang dipimpin oleh Kepala Puslitbangwas BPKP, Sudiro, ketika mewawancarai Deputi Investigasi di ruang kerjanya.

Wawancara dilakukan dalam rangka pengumpulan data terkait dengan dua kajian yang sedang dilakukan oleh Puslitbangwas BPKP yaitu kajian Relevansi Tingkat Maturitas SPIP dan Kapabilitas APIP dengan Kasus Korupsi di Lingkungan Pemerintah Daerah, dan kajian Transparansi Pengadaan Barang dan Jasa.

Sudiro yang didampingi Kabid Program dan Kerjasama, Viktor H. Siburian; Kasubbid Kerjasama, Mohamad Riyad; dan tim peneliti, menjelaskan bahwa saat ini Puslitbangwas tengah melakukan dua kajian terkait dengan korupsi dan guna memperkaya muatan kajian, Puslitbangwas mengharapkan masukan dari Deputi Bidang Investigasi sebagai pakar yang memahami bidang investigasi.

Iswan menyatakan bahwa ada beberapa modus tindak pidana korupsi di Indonesia yaitu intervensi atasan, kolusi, dan overlapping kewenangan. Ketiga hal tersebut menjadi penyebab korupsi di Indonesia dan bidang pengadaan barang dan jasa menjadi titik rawan tindak pidana korupsi, karena jumlah anggarannya yang besar baik dari APBN maupun APBD. Selain pengadaan barang dan jasa, proses rekrutmen, promosi, dan mutasi pegawai juga menjadi titik rawan tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, sistem yang dibangun seharusnya bisa mendeteksi ketiga modus tindak pidana korupsi tersebut.

Menurut Iswan, peran BPKP dalam pemberantasan korupsi dapat berupa tindakan represif melalui perhitungan kerugian keuangan negara, dan tindakan preventif melalui implementasi Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Untuk mempercepat pemberantasan korupsi, yang diutamakan oleh BPKP adalah membangun APIP pada K/L/P. BPKP harus membangun APIP lainnya karena kondisi APIP itu mencerminkan kondisi lembaga atau organisasinya.

Iswan juga menyatakan bahwa Kedeputian Investigasi telah membangun Fraud Control Plan (FCP) dan FCP tersebut merupakan bagian dari SPIP. FCP dibangun karena instrumen yang umum sudah tidak efektif yang disebabkan karena 3 modus korupsi di atas. “Jadi apabila dengan SPIP masih ada timbul tindak pidana korupsi, maka gunakan FCP sebagai alat tambahannya” lanjutnya.

Kedeputian Investigasi juga akan membangun Fraud Risk Assessment dalam rangka melakukan pemetaan terhadap daerah yang dinilai mempunyai potensi rawan terhadap korupsi. Salah satu pendekatan yang dibangun adalah mendeteksi values yang ada di institusi, kemudian baru membangun organization culture.

(Humas Puslitbangwas: Sudiro/Viktor/y@d)