Studi Banding BPK Bali tentang Implementasi Perhitungan Kerugian Negara di BPKP Bali

Lamanya proses penghitungan kerugian keuangan Negara yang dilakukan BPK-RI menjadi perhatian khusus dari para Auditornya. Mencermati hal tersebut, Auditor BPK-RI Perwakilan Bali yang berjumlah sepuluh orang dan dipimpin oleh Rahmat Wibowo melakukan studi banding ke BPKP Bali dan diterima oleh Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Bali, Sudiro dan Korwas Investigasi Doso Sukendro di Ruang Rapat Sandat (4/4) .

Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Bali, Sudiro dalam sambutannya saat menerima tim studi banding dari BPK-RI Perwakilan Bali menyampaikan bahwa hasil audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN) akan menjadi alat bukti yang dipergunakan oleh penyidik untuk membuktikan perbuatan tindak pidana korupsi Pasal 2 dan 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (TPK). “Kerugian Keuangan Negara harus dapat dibuktikan secara nyata dan pasti, oleh karena itu peran auditor terkait dengan pembuktian TPK sangat penting”, tegas Sudiro.


Lebih lanjut Kepala Perwakilan menjelaskan bahwa peran auditor bukan hanya sebagai pemenuhan alat bukti surat, tetapi juga dapat berperan dalam pemenuhan alat bukti yang lain yaitu keterangan ahli. “Oleh karena itu auditor harus terus meningkatkan kompetensinya dan salah satunya adalah melalui studi banding saat ini”, ungkap Sudiro.


Memulai diskusi implementasi penghitungan kerugian keuangan Negara, Doso Sukendro selaku Koordinator Pengawasan Bidang Investigasi menyampaikan bahwa BPKP sesuai dengan Perpres 192 Tahun 2014 tentang Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan melaksanakan fungsinya antara lain audit investigatif terhadap kasus-kasus penyimpangan yang berindikasi merugikan keuangan negara, audit penghitungan kerugian keuangan negara, dan pemberian keterangan ahli. “Kerugian Negara adalah kekurangan uang, surat berharga dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum sengaja maupun lalai, sedangkan bentuk-bentuk kerugian Negara berupa Pengeluaran yang seharusnya tidak dikeluarkan berupa pengeluaran yang seharusnya tidak dikeluarkan, pengeluaran yang lebih besar daripada yang seharusnya, penerimaan yang lebih kecil dari yang seharusnya diterima, Pelepasan-pertukaran-pemanfaatan-penempatan Aset yang merugikan, timbulnya kewajiban yang seharusnya tidak ada”, jelas Sukendro.


Doso Sukendro menambahkan, “hal yang terpenting sebelum melakukan audit adalah identifikasi masalah, hal tersebut merupakan tahap yang sangat krusial apakah audit penghitungan kerugian Negara akan dilakukan atau tidak”. Dalam melakukan identifikasi masalah, auditor investigasi harus mengidentifikasi 5W 1H yaitu What, Who, Where, When, Why, dan How (Apa, Siapa, Dimana, Kapan, Mengapa, dan Bagaimana). “Apabila hasil identifikasi tersebut disimpulkan sudah jelas dan cukup baru dilakukan audit dengan menerbitkan surat tugas tentunya”, ujar Doso Sukendro.


Diskusi berlangsung cukup hangat, dari satu jam yang direncanakan ternyata berlangsung hampir tiga jam. Banyak hal yang didiskusikan antara lain masalah hambatan audit, mekanisme penghitungan di BPKP dan metode penghitungan serta pengalaman yang dijumpai dalam pelaksanaan audit penghitungan kerugian keuangan Negara. Di akhir studi banding Korwas Investigasi menyampaikan bahwa laporan hasil audit merupakan alat bukti yang akan dipergunakan dalam proses litigasi untuk membuktikan unsur kerugian keuangan Negara dalam Kasus Tindak Pidana Korupsi. Auditor harus bersikap independen dan professional mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan serta dalam Pemberian Keterangan Ahli. (ds)



Seketariat Humas Bali