Pengelolaan Utang Luar Negeri yang Lebih Efisien

(15/12) Jakarta - Acara FGD Hasil EvaluasiOptimalisasi Pengelolaan Utang Luar Negeri yang diselenggarakan oleh Direktorat Pengawasan Pinjaman dan Banduan Luar Negeri di Ruang Rapat Lantai 5 Kantor BPKP Pusat, merupakan kelanjutan dari kegiatan Evaluasi atas Optimalisasi Pengelolaan Utang Luar Negeri pada 10 (Sepuluh) Kementerian/Lembaga dan BUMN yang mengelola pinjaman yang bersumber dari Luar Negeri.

Hadir dalam acara tersebut sekaligus sebagai narasumber FGD adalah Kasubdit Monitoring dan Evaluasi dari Dirjen Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen Hemil, Kasubdit Perencanaan Pendanaan Luar Negeri Bappenas Afiana, Kasubdit Administrasi, Pelaksanaan, dan Penganggaran pada Kementerian Pertahanan RI Kolonel Ari Bowo, dan Kasubdit Pinjaman dan Hibah Bilateral 1 Ditjen Pinjaman dan Hibah pada Kementerian Keuangan RI Mufti Setiawan.

Acara tersebut dibuka oleh Direktur Pengawasan Pinjaman dan bantuan Luar Negeri Salamat Simanullang yang menjelaskan latar belakang kegiatan dan tujuan dilaksanakannya kegiatan. Salamat menjelaskan bahwa pembiayaan Pemerintah Indonesia yang cukup agresif dibandingan tahun sebelumnya, adanya kenaikan anggaran sebesar Rp800 triliun, dari Rp1300 triliun menjadi Rp2200 triliun. Untuk memenuhi kebutuhan anggaran tersebut, Pemerintah Indonesia membutuhkan sumber pembiayaan lain, salah satunya bersumber dari pinjaman luar negeri.

“yang menjadi dasar pemikiran dalam evaluasi ini adalah bagaimana pengelolaan pinjaman luar negeri menjadi lebih efisien, Dalam rangka efisiensi tersebut terdapat faktor-faktor yang controlable dan uncontrolable. Salah satu yang controlable adalah kinerja dari pelaksana pinjaman, dan yang dapat diukur dari kinerja tersebut adalah ketepatan pengelola pinjaman dalam melaksanakan kegiatan yang bersumber dari pinjaman tersebut” jelasnya.

Salamat menambahkan jika proyek tidak tepat waktu dalam melaksanakan kegiatannya, terdapat biaya yang timbul sebagai salah satu biaya yang membebani keuangan negara, yaitu commitment fee yang dihitung dari sisa pinjaman luar negeri yang belum ditarik. “Kegiatan FGD ini diharapkan bisa memperlihatkan dan membuat kita aware tentang akibat keuangan yang ditimbulkan atas keterlambatan penyerapan proyek pinjaman luar negeri yang nilainya tidak sedikit.”

Lebih jauh diungkapkan bahwa yang menjadi poin penting bukanlah nilai commitment fee yang timbul, tetapi ada commitment fee yang sebenarnya bisa dimitigasi dengan pengelolaan atau disbursement yang sesuai dengan rencana.

Pemaparan yang disampaikan oleh Auditor I Made Suandi Putra dimulai dengan pembahasan defisit APBN, plus minus pembiayaan dari PLN, perumusan masalah dan tujuan, ruang lingkup dan metodologi. Pemaparan dilanjutkan dengan contoh perhitungan commitment fee atas disbursement plan  dibandingkan denganactual disbursement. Sedangkan poin kedua adalah mengenai kendala yang dihadapi selama pelaksanaan proyek.

Terdapat banyak masukan yang didapatkan dalam rangka mengoptimalkan pinjaman luar negeri. Diantaranya adalah perbaikan dalam prosedur readiness criteria khususnya standar pemenuhan luas lahan yang harus dipenuhi sebelum proyek berjalan, adanya Project Management Unit (PMU) yang dibentuk sebelum proyek berjalan, adanya tambahan dana untuk desain proyek agar desain proyek lebih rinci, selain itu untuk jenis pinjaman dengan Kredit Swasta Asing/ Lembaga Penjamin Kredit Ekspor dapat dipercepat dengan menyampaikan SKPBJ saat pemenang lelang sudah diketahui, tidak menunggu sampai proses negosiasi selesai..

Salah satu narasumber dalam acara ini yaitu Hemil menyatakan bahwa dalam pengelolaan proyek pasti ditemui kendala atau permasalahan yang menghambat pelaksanaan proyek, namun yang penting adalah bagaimana tindakan atau langkah kita dalam menghadapi permasalahan yang timbul yang akan menentukan tingkat keberhasilan secara keseluruhan.

 

(Irma/Dit PHLN) /BO