Pentingnya Transfer of Knowledge ke Pemerintah Desa

Kucuran dana yang cukup besar kepada desa ditengarai akan menimbulkan kerawanan dalam bentuk risiko kesalahan dan korupsi keuangan desa. Tak sekadar itikad jahat saja, kurangnya kapasitas pengelola dana tersebut pun menjadi faktor krusial yang dapat menghambat tercapainya tujuan. Mengantisipasi hal ini, BPKP telah dan siap melakukan sinergi ke berbagai pihak serta melaksanakan pendampingan terkait, juga meluncurkan aplikasi Simda Desa. Hal ini terungkap pada sarasehan pengelolaan keuangan desa yang diselenggarakan BPKP Perwakilan Sultra di Kendari. (27/8)

 

  Hadir di acara tersebut, Kepala Perwakilan BPK RI Provinsi Sultra Nelson Ambarita, para Inspektur, Kepala BPKAD dan Kepala BPMD (Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa) dan para pejabat serta pegawai terkait lainnya dari pemda-pemda di Sulawesi Tenggara. Sedangkan yang menjadi narasumber adalah Kasubditwas Deputi PKD BPKP Pusat Bely Djunedi Widodo.

Dikdik menjelaskan bahwa paradigma pembangunan yang menempatkan desa sebagai obyek yang tidak diberdayakan. Kenyataannya, masyarakat miskin umumnya ada di desa-desa terpencil. Angka kemiskinan di Indonesia yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) per September 2014 mencapai 27,73 juta jiwa atau sekitar 10,96 persen dari total penduduk nusantara. Angka ini diperkirakan meningkat jika tidak ada intervensi lebih besar terhadap masyarakat kelas menengah dan kelas bawah yang rentan terhadap gejolak ekonomi.

"Karena itulah, dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014, PP Nomor 43 Tahun 2014, dan Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa,  pemerintah menempatkan desa sebagai subjek pembangunan, yaitu pihak yang merencanakan, melaksanakan, dan sebagai penerima manfaat pembangunan. Desa yang berada pada strata pemerintah yang paling bawah, diharapkan dapat mandiri dan menjadi motor kemajuan kesejahteraan, setidaknya untuk masyarakatnya sendiri" jelas Dikdik.

Sesuai Perpres Nomor 192 Tahun 2014, BPKP sebagai auditor Presiden secara proaktif telah mengantisipasi risiko permasalahan dalam pengelolaan keuangan desa tersebut dalam kerangka tujuan bernegara. BPKP sudah bergerak sampai kepada tataran implementasi. BPKP sudah menyiapkan aplikasi Simda Desa, dan terbukti sudah berhasil diterapkan pada seluruh desa di Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat, sebagai daerah percontohan. Adapun untuk wilayah Sulawesi Tenggara, telah dilaksanakan pelatihan implementasi Simda Desa sebanyak dua kelas untuk seluruh Bendahara Desa di Kabupaten Kolaka Utara.

Dalam paparannya Bely Djunedi Widodo menekankan perlunya penekanan, bahkan "pemaksaan",  transfer of knowledge kepada perangkat desa. "Selama ini, kita memanjakan desa dengan membuatkan dan menyiapkan segala sesuatunya, sehingga perangkat desa tidak berkembang sesuai tuntutan jaman. Sekarang saatnya kita harus sedikit paksakan knowledge itu." Knowledge yang dimaksud antara lain penggunaan komputer dalam menjalankan administrasi keuangan desa, diantaranya dengan aplikasi Simda Desa.

"Dalam masa transisi dan pembelajaran diperlukan penahapan, sehingga dana yang mengucur pun bertahap, tidak langsung Rp1 miliar. Tahun ini baru sekitar Rp270 juta setiap desa. Adapun pengelolaan keuangan desa yang kami maksudkan di sini tidak terbatas terhadap dana yang mengucur dari pusat atau APBN itu saja, tapi juga termasuk pengelolaan dana dari sumber lain seperti bantuan keuangan dari provinsi, pendapatan desa sendiri dan sumber pendapatan lainnya." terang Belly.

 

(HUMAS BPKP SULTRA)/BO