FGD RUU Siswasnas di Palembang Harapkan BPKP Lebih Berperan

Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi keuangan negara harus mendapat porsi yang layak untuk mendapatkan informasi keuangan negara. Dalam FGD Naskah Akademis RUU Siswasnas di Palembang, peran BPKP diharapkan dapat memenuhi hal itu.

 

"Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi keuangan negara harus mendapat porsi yang layak untuk mendapatkan informasi keuangan negara.

 

Ini bukan berarti Presiden mengintervensi otonomi daerah. Tapi karena memang sudah selayaknya Presiden mendapatkan informasi keuangan negara secara utuh, dimana muara pertanggung jawaban keuangan negara, baik pusat maupun daerah se-NKRI, pada akhirnya berada di tangan Presiden.

 

Karena itu, BPKP atau apa pun namanya lembaga internal audit Presiden setelah Undang-Undang ini disahkan nanti, harus memiliki kewenangan untuk bisa mengakses informasi yang memiliki keterkaitan dengan pertanggungjawaban Presiden sebagai kekuasaan tertinggi keuangan negara itu."

 

Demikian antara lain simpulan yang disampaikan Prof. Dr. Azhar Kosim, MPA, Guru Besar Universitas Indonesia yang menjadi narasumber focus group discussion (FGD) naskah akademis Rancangan Undang-Undang Sistem Pengawasan Nasional (RUU Siswasnas) Rabu 15 Mei 2013 di ruang rapat Hotel Novotel, Palembang.

 

Sebelumnya, diskusi diawali dengan pembukaan moderator FGD yaitu Asdep Pengembangan SDM Aparatur Kementerian PAN-RB Sunarko, yang menyampaikan hasil evaluasi BPKP berdasarkan Internal Audit Capability Model (IA-CM) bahwa 93,96% APIP masih berada di level satu, alias adhoc, tidak terstruktur.

 

Menurut Sunarko, FGD naskah akademis RUU Siswasnas di Palembang ini merupakan satu dari tiga FGD serupa di kota-kota besar. Lengkapnya: Palembang, Pontianak dan Makassar.

 

Dalam diskusi FGD yang antara lain dihadiri Ketua Program Studi Magister Administrasi Publik (MAP) Universitas Sriwijaya, Dr. M.H. Thamrin, Inspektur Kota Palembang Toto Suparman, Inspektur Musi Banyuasin Rusydan, dan Asisten Deputi Tata Kelola Pemerintahan Setwapres Guntur Iman Nefianto, selain tentu saja Kepala Perwakilan BPKP SumselIGB Surya Negara, yang didampingi para kabid/kabag, mencuat beberapa permasalahan klasik, seperti masalah independensi auditor, audit yang tumpang tindih, dan perlunya perubahan paradigma auditor.

 

Asdep Setwapres Guntur Iman Nefianto melihat bahwa setelah masa reformasi, di dalam struktur kelembagaan pengawasan di Indonesia, seperti ada yang hilang, yaitu fungsi yang dapat "menjahit" informasi strategis dari APIP sebagai informasi yang berguna bagi Presiden dalam mengambil keputusan, yang dahulu menjadi kewenangan BPKP.

 

Hal itu diamini Toto Suparman. Selain itu, Toto juga melihat perlu adanya perubahan paradigma Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Perubahan ini sudah dilakukan dirinya selaku Inspektur di Pemko Palembang, sehingga inspektoratnya dapat berubah dari sekadar watch dog menjadi quality assurance yang mengawal kinerja Pemko, sehingga antara lain Pemko Palembang bisa meraih opini WTP.

 

Inspektur Musi Banyuasin, Rusydan, menyatakan kegamanngannya dengan independensi inspektorat. "Pernah ada auditor yang memeriksa sebuah dinas, begitu mendapat temuan besar langsung dua jam kemudian mendapat SK mutasi dari Bupati," kata Rusydan. Dengan demikian Rusydan berharap UU Siswasnas nanti memiliki perlindungan kepada auditor Inspektorat terhadap independensinya.

 

Mengenai independensi dan pencapaian level APIP, Kabid Akuntan Negara Dikdik Sadikin menyampaikan pengalamannya dari hasil shortcourse Internal Audit Capability Model (IA-CM) di Columbus, Ohio, AS. Untuk mencapai jenjang ke level yang lebih baik, menurutnya, sistem internal auditor pemerintah di Indonesia perlu disempurnakan dengan "audit charter", berupa kontrak antara pimpinan (Chief Executive Officer / CEO) dan Inspektur (Chief Auditor Executive / CAE) mengenai hal-hal apa yang menjadi arah dan prioritas pengawasan. Sehingga terdapat kesepakatan dan komitmen hal-hal apa yang akan dicapai melalui pengawasan internal itu. Selain itu, diperlukan juga kelembagaan "audit commitee ".

 

Bercermin ke negara bagian Ohio, komite audit ini berjumlah lima orang, terdiri dari satu orang yang ditunjuk Gubernur, dua orang ditunjuk Senat dan dua lagi ditunjuk Kongres. Fungsi audit commitee ini menjembatani kepentingan hasil internal audit antara inspektur (CAE) dan pimpinan (CEO), melalui pembahasan hasil pengawasan yang dibuka untuk publik. Dengan demikian, internal auditor dapat menjadi lebih independen.

 

Pada ujung sesi, Kepala Perwakilan BPKP Sumsel IGB Surya Negara melihat ada kekosongan salah satu fungsi manajemen di pemerintah, yaitu controllingdalam rangkaian fungsi manajemen planning, organization, actuating and controlling (POAC) .

 

"Untuk planning, ada Bappenas/Kementerian Perencanaan Nasional, untuk organizing dan actuating sudah ada kementrian/lembaga yang terkait. Namun untuk controlling, ternyata kita masih belum memiliki fungsi itu yang setingkat kementerian dalam struktur kabinet," ujar IGB Surya Negara.

 

Namun, di atas semua itu, yang terpenting menurut Surya Negara, Undang-Undang Siswasnas nanti harus memuat semangat upaya pencegahan korupsi. Dengan demikian, akan terbangun public trust kepada APIP.

 

Diharapkan, UU Siswasnas nanti dapat menyelesaikan berbagai permasalahan dalam pengawasan intern pemerintah, dan memberikan kejelasan arah pencapaian tujuan pemerintah secara komprehensif, melalui pengawalan internal audit yang efesien dan efektif.

 

(HUMAS BPKP SUMSEL)