Memutakhirkan Sistem Deteksi Dini Korupsi

Di Indonesia, permasalahan tindak pidana korupsi sangat kompleks. Para koruptor mempunyai profil sangat beragam, mulai dari pegawai biasa, pejabat struktural, sampai dengan menteri dan pejabat tinggi negara, dan dengan tingkat pendidikan yang beragam dari non sarjana sampai dengan Doktor dan Profesor. Bahkan dengan diberlakukannya otonomi daerah, korupsi meluas ke Kepala Daerah dan anggota DPRD. Korupsi dilakukan dengan berbagai modus, dari yang sederhana seperti mengambil anggaran untuk kepentingan pribadi, pengeluaran fiktif, suap menyuap, sampai merekayasa kegiatan/ proyek dengan melibatkan banyak pihak baik dari pihak pemerintah, swasta, maupun pengambil kebijakan. Korupsi terjadi sejak tahap perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, sampai dengan pertanggungjawaban kegiatan.

Memperkuat Peran dan Kapasitas Inspektorat Daerah, Mungkinkah?

Hingga saat ini, masih ada saja pihak-pihak yang meragukan independensi inspektorat daerah. Bahkan, kapasitas dan kompetensi Inspektorat daerah juga masih menjadi isu hangat untuk diperbincangkan. Ironinya, kesangsian terhadap kinerja Inspektorat daerah pun datang dari kalangan internal pemerintah sendiri. Buktinya, temuan BPK RI masih muncul, meski sebelumnya telah dilakukan pengawasan intern oleh Inspektorat.

INTEGRASI SISTEM TUNJANGAN SOSIAL UNTUK NEGARA KESEJAHTERAAN INDONESIA

Pandemi COVID-19 telah memantik pemerintah untuk mengucurkan beragam tunjangan sosial ekstra (social benefit). Jika dikelola dengan baik, beragam tunjangan sosial ini akan membuka peluang Indonesia menjadi ‘negara kesejahteraan’ atau welfare state, yaitu negara yang dengan sukarela memberikan anggaran besar untuk kepentingan tunjangan sosial rakyatnya. Negara kesejahteraan ini bisa menciptakan keadilan ekonomi dan sosial, serta menjaga martabat (dignity) rakyat, di mana rakyat tidak harus mengemis di jalanan dalam situasi krisis (World Atlas, 2020).

Mengelola Risiko Individu Pahami Kryptonite mu

Waktu SMA dulu, saya pernah dapat wejangan dari salah seorang guru, “nek arep selamet, dadi wong kuwi ora mung ati-ati, tapi kudu waspada”, kurang lebih artinya jika ingin selamat dalam hidup, manusia itu tidak cukup hanya berhatihati, tapi waspada. Ketika itu, saya yang masih muda belia tampan rupawan kemudian bertanya dengan bahasa jawa kromo yang pas-pasan, ”lha bedanipun nopo, Pak?”. Beliau kemudian dengan semangat menyontohkan, ada orang yang berhatihati di jalan, berjalan di trotoar dengan asumsi bahwa kendaraan tidak akan sampai kesana. “Tapi nek ono wong sing lagi nekat nyopire ora bener, yo ketabrak juga, nah, nek wong sing waspada, walopun mlakune neng trotoar tetep ndelokke sekitare, nek ono sing ora beres iso menghindar, ngono.”